Agus Subiyanto
Agus Subiyanto (lahir 5 Agustus 1967) adalah seorang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang menjabat sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia sejak tanggal 22 November 2023, menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono, berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 102/TNI/Tahun 2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Panglima TNI.[1][2] Agus merupakan lulusan Akademi Militer (1991). Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat.[3] Riwayat HidupKehidupan AwalMasa kecilAgus lahir di daerah Baros, Cimahi Tengah pada tanggal 5 Agustus 1967.[4] Ia merupakan anak ke-2 dari 6 bersaudara dari pasangan Dedi Unadi dan Cicih Gunasih yang berasal dari Cijulang, Pangandaran.[5] Ayahnya adalah seorang pensiunan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dengan pangkat terakhir sersan kepala. Saat ayahnya berpangkat kopral dan ia berusia sekitar 4 tahun, keluarganya tinggal di Jalan Terusan di daerah Kandang Ucal, Kota Cimahi di sebuah rumah panggung kecil berlantai papan dan berdinding bambu.[6] Penghasilan ayahnya sebagai seorang tentara dengan pangkat Bintara yang kurang mencukupi, membuat ayahnya memiliki usaha penyewaan becak berjumlah 12 unit. Setiap sisi becaknya bertuliskan "Putra Cijulang", yang mengingatkan ayahnya akan kota kelahirannya, Cijulang. Karena tingkat ekonomi keluarga yang seadanya, kakak dan seorang adiknya terpaksa diasuh dan tinggal bersama kakak perempuan ayahnya dan tinggal di Cijulang.[6] Subiyanto sangat menyukai masakan ibunya, angeun kacang bereum, yaitu sebuah masakan semacam sup kacang merah. Ketika usianya masih 5 tahun, sang ibu meninggalkan keluarga mereka. Kepergian ibunya membuatnya marah dan frustasi sehingga ia merasa menjadi tiada berharga, diabaikan, minder serta cenderung menjadi anak yang menarik diri dari pergaulan. Kemudian, ayahnya menikah lagi dan memperkenalkannya dengan Ibu tirinya. Saat ia SMP, Ibu kandungnya sempat mencarinya dan mereka sempat bertemu dan ternyata telah menikah lagi dengan laki-laki yang tinggal di daerah Pejagalan, Bogor. Semenjak iberpisah dengan ayahnya, ibunya telah menikah hingga dua kali.[6] Agus juga suka mengunjungi neneknya yang tinggal di Cijulang dengan menaiki kereta api karena merupakan moda transportasi paling murah untuk menuju ke sana. Kakeknya bernama Marta adalah seorang pembuat perahu dan beliau wafat sebelum ia dilahirkan. Dari hasil menjual perahu buatannya, keluarga kakeknya memiliki banyak tanah yang dipakai untuk tempat tinggal dan kebun. Sedangkan neneknya yang bernama Sulyi adalah seorang penjual hasil kebun. Rumah neneknya berupa bilik bambu berukuran 6 X 6 m2, berbentuk rumah panggung berhiaskan perabotan, dipan tua dan kompor tanah liat. Semasa di sana, dia kerapkali bermain-main di sungai dengan melompat dari atas Jembatan Haurseah atau berburu teritip di area Cukang Taneuh. Selain itu, ia juga sering mengunjungi budenya dan menumbuhkan kecintaanya padaThe Beatles.[6] Masa remajaSemenjak bersama Ibu tirinya, ayahnya bertugas sebagai intelijen militer di Komando Distrik Militer 0618 sehingga jarang tinggal di rumah dan itu membuat mereka pindah ke daerah Baros yang kala itu terkenal sebagai daerah dengan anak-anak nakal. Ia mulai mengenal cinta pada lawan jenisnya semenjak duduk di bangku kelas 2, SMPN 2, Cimahi, namun cinta monyetnya ditolak oleh gadis pujaannya. Memiliki jiwa pemberontak dalam dirinya, membuatnya mendaftar organisasi Karate, Kei Shin Kan, dimana pemimpinnya adalah seorang tentara, dengan satu tujuan, agar jago berkelahi.[7] Setelah lulus dari SMPN 2, Cimahi, ia masuk ke SMA Cimindi (sekarang menjadi SMA Negeri 13 Bandung) dan di masa itu, ia mulai berkenalan dengan minuman beralkohol yang sering membuatnya mabuk, yang dilakukan untuk meredakan gundah gulana di hatinya karena kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Saat ia mabuk, ia sering bertandang ke rumah temannya, Sonson (Sonny Chandra Santika) hingga sadar dan diantarkan pulang ke rumahnya oleh Sonson.[8] Pada tahun 1984, ketika ia masih SMA, ia menerima kabar tentang ayahnya, berpangkat Sersan Kepala, yang meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas, tertabrak mobil boks di Jalan Pramuka, Bandung, ketika sedang menaiki sepeda motornya ke tempat kerjanya di Jalan Halmahera, dan itu membuatnya merasa kandas cita-citanya untuk masuk Akademi Militer, karena dengan ketiadaan figur seorang ayah, ia kehilangan orang yang bisa membina dan membiayainya. Ia harus tetap melanjutkan hidup bersama adik-adik dan ibu tirinya, dengan mengandalkan uang pensiunan ayahnya.[8][9] Walaupun ia jago berkelahi dan mengenal hampir semua pentolan preman di Cimahi, Jenderal TNI Agus Subiyanto pantang berkelahi dengan keroyokan dan lebih memilih bertanding satu lawan satu, layaknya seorang lelaki sejati. Pelarian dari gundah gulana lainnya adalah kegiatan bermusik sehingga ia membentuk sebuah band bernama TRAF (Tunggul Sitompul, Rudi, Agus dan Fianita). Rudi adalah kakak kelasnya di SMA Cimindi, sedangkan Tunggul Sitompul dan Fianita berasal dari SMA Negeri 2 Cimahi, dimana posisi Jenderal TNI Agus Subiyanto adalah sebagai bass.[10] Namun karena seringnya mabal (bolos sekolah) untuk bermain band, maka nilai-nilai pelajarannya menjadi menurun dan ia menempati urutan kedua dari posisi terakhir. Dari sekian mata pelajaran eksakta di jurusan IPA, Bahasa Inggris menjadi satu pelajaran yang sangat disukainya.[8] Di bangku SMA itu pula, ia sempat beberapa kali dimarahin oleh Ibu Paigah, guru Kimia di SMA Cimindi , karena belum membayar SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), karena uang yang diberikan orang tuanya dipakainya untuk naik angkot dengan pujaan hatinya serta dibelikan makanan dan minuman selama mereka bepergian berdua ke Bandung, dan kadang-kadang pergi nonton bioskop di Bioskop Nusantara dan Palaguna.[8] Kesukaannya akan musikKecintaannya pada musik, mulai dipupuk ketika Jenderal TNI Agus Subiyanto berkenalan dengan group musik The Beatles, yang walaupun ketika ia beranjak SMP, group itu telah bubar. Salah satu lagu yang disukainya adalah lagu berjudul "I Saw Her Standing There", dari album Please Please Me. Lagu itu bercerita tentang orang yang sedang kasmaran pada gadis usia belasan, sehingga serasa lagu itu mewakili jiwa remajanya yang bergejolak.[11] Terbentuknya group band TRAF, berawal dari seringnya Jenderal TNI Agus Subiyanto bertandang ke rumah Robi anak SMA Negeri 2 Cimahi, teman satu SMPnya dulu yang juga merupakan kakak kandung dari Rida Farida, dari kelompok vokal Rida Sita Dewi. TRAF tampil untuk pertama kalinya pada ajang festival musik yang diadakan di Lapangan Banciang, Cimahi. Dalam penampilan perdananya, mereka ditonton tidak kurang dari 100 orang dan membawakan lagu-lagu bergenre rock dari Nicky Astria dengan lagu antara lain Jarum Neraka, Misteri Cinta dan Young Turks. Sejak saat itu, band ini banyak mendapat tawaran manggung di seputaran Cimahi, dari kelas pentas seni di sekolah hingga acara 17 Agustusan.[11][10] Kegemarannya akan musik, mendapatkan sarana penyaluran terbaik ketika Jenderal TNI Agus Subiyanto mulai menjadi taruna dari Akademi Militer di Magelang. Ketika itu ia bergabung dengan Detasemen Musik (Densik) setelah melalui ujian dari para seniornya. Dari 280 orang taruna angkatan 1991, akhirnya hanya 5 orang yang bergabung dengan Densik, yaitu : Piek Budyakto (pemain keyboard), M. Naudi Nurdika (penabuh drum), Hari Jayadi (pemetik gitar), Teddy Mulyana (penyanyi) dan Jenderal TNI Agus Subiyanto sendiri sebagai (pembetot bas). Ketika itu, mereka sering tampil ketika Gubernur Akademi Militer, saat itu, Mayjen TNI Toni Hartono punya acara. Mereka juga pernah tampil di TVRI Yogyakarta dengan mengundang bintang tamu Iga Mawarni. Kesukaannya bermain musik terus dilakukan hingga kini dan pernah ia bermain gitar bersama KASAD, Jenderal TNI Dudung Abdurachman sebagai penabuh drum mengiringi Kepala Staff Angkatan Bersenjata Singapura, Mayor Jenderal David Neo Chin Wee, ketika beliau datang ke Jakarta untuk menerima penghargaan Bintang Kartika Eka Paksi Utama dari KASAD, Jenderal TNI Dudung Abdurachman pada 18 September 2023, dimana di hari itu David merayakan hari ulang tahunnya.[12][10] Dunia militerDunia ketentaraan yang sempat pupus karena wafatnya ayahanda tercinta, mulai timbul kembali ketika ia dan tiga rekan SMA-nya dibawa ke Detasemen Polisi Militer, Baros, Cimahi yang berada di Jalan Gatot Subroto. Disana, mereka mendapatkan pukulan dan tendangan dari Kopral CPM Harahap.[13] Setelah dianiaya tersebut, ia bertekad untuk menjadi tentara dengan melamar ke Sekolah Calon Bintara Angkatan Darat dan menemui kegagalan, namun ia bisa langsung masuk ke Sekolah Calon Tantama TNI AD tanpa tes. Selain itu ia pernah melamar ke pelbagai posisi pekerjaan di Bogor bahkan hingga ke Pertamina Gas Negara, namun tidak ada yang lolos. Ia mengikuti ujian masuk Akademi Militer pada tahun 1988 dan menjadi peserta terbaik kedua dari seluruh calon di provinsi Jawa Barat.[14] Perwira pertamaSetelah lulus dari abituren Akademi Militer dan dilantik di Istana Negara pada 27 Juli tahun 1991 oleh Presiden Indonesia kedua, Soeharto, Agus langsung ditempatkan sebagai perwira pertama di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) dan memulai latihannya sebagai seorang Infanteri sejati di hutan-hutan Indonesia, salah satunya di hutan yang ada di daerah Cipatat, Bandung Barat.[15] Sebelum itu, ia juga sudah mengikuti kursus intelijen tempur (susintelpur) di Ciomas, Bogor selama sebulan. Ia juga menjalani latihan terjun payung yang dilaksanakan di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus TNI AD, di Lanud Suparlan, Batujajar, Bandung Barat hingga mendapatkan kualifikasi wing terjun. Di tahun 1997, ia juga berkesempatan mengikuti kursus terjun bebas militer yang diadakan di tempat yang sama. Di tahun yang sama, ia mendapatkan kesempatan mengikuti kursus selam militer, dengan tujuan agar ia memiliki kemampuan melakukan infiltrasi melalui laut ke tempat musuh. Ini adalah kesempatan yang langka, dimana pada umumnya seseorang yang memiliki kemampuan terjun bebas militer, tidak disarankan untuk memiliki kualifikasi selam militer, mengingat adanya perbedaan tekanan udara ekstrim antara bagian atas udara dan di dalam laut yang bisa menyebabkan kerusakan fatal pada otak.[16] Bertemu Prabowo SubiantoPertemuannya dengan Prabowo Subianto terjadi beberapa kali dalam kehidupannya. Pertemuan pertama keduanya terjadi ketika Prabowo Subianto yang kala itu masih berpangkat Letnan Kolonel Inf.dan menjabat sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 (Yonif Para Raider 328), ke Pussenif dalam rangka mencari para perwira muda untuk bergabung dengan Kostrad, dan Agus terpilih sebagai salah satunya. Merekapun langsung digembleng ke Cilodong untuk menjalani latihan Syiwa Yudha selama tidak kurang dari sembilan bulan. Latihan ini bertujuan membekali para prajurit dengan kualifikasi pemburu atau dikenal juga dengan julukan "pasukan pemburu" dan juga memiki kualifikasi anti teror dan gerilya. Setelah menjalani pelatihan ini, Agus dan pasukannya dikirimkan ke garis depan di Kepulauan Natuna dengan misi penerjunan.[16][15] Setelah menyelesaikan misi dan pelatihan tersebut, Agus bergabung dengan pasukan khusus dengan sandi "Rajawali", dengan materi utama penajaman dari pelatihan anti teror dan gerilya. Perang gerilya adalah perang si lemah melawan si kuat, sebagaimana disampaikan oleh Jenderal Besar A. H. Nasution, dimana kata gerilya sendiri berasal dari Bahasa Spanyol yang berarti perang kecil.[16][17] Pada tahun 1995, Agus memulai tugas pertamanya di bumi Lorosae, Timor Timur dengan menaiki KRI Teluk Amboina (503), dimana mereka mendarat di Pelabuhan Dili. Pada saat itu pasukannya bertugas untuk melumpuhkan salah seorang tokoh Front Revolusi Independen Timor Leste dengan timah panas. Dan sebagai hadiah atas keberhasilanya bersama pasukannya dalam menyelesaikan tugasnya, Agus mendapatkan hadiah, berupa pelatihan Komando Pasukan Khusus dan Selapa TNI AD (Sekolah Lanjutan Perwira TNI AD).[16] Sekembalinya dari penugasan di Timor Timur, Agus mengikuti pendidikan khusus Komando di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus, Batujajar. Sangat jarang terjadi seorang anggota TNI AD mendapatkan kesempatan mengikuti dan menyelesaikan tiga pelatihan khusus sebagaimana dirinya, yaitu Syiwa Yudha, Rajawali dan Komando. Pada kesempatan ini, Agus mulai dekat dengan istrinya, Evi Sophia Indra, seorang gadis Garut, mantan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka tahun 1987. Dimana pada hari Pembaretan dari pendidikan Komando ini, penyematan Baret Merah yang memiliki emblem bergambar pisau komando, jangkar serta sepasang sayap yang dibingkai dalam tali komando, khas Komando Pasukan Khusus-nya dilakukan oleh calon Ibu mertuanya.[18] Menjabat KasadPada 25 Oktober 2023, Letjen TNI Agus Subiyanto dicalonkan oleh Presiden Joko Widodo untuk memegang jabatan Kepala Staf Angkatan Darat berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 89/TNI/2023, menggantikan Jenderal TNI Dr. H. Dudung Abdurachman, S.E., M.M. yang akan memasuki masa Purna Tugas.[19][15] dan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari Letjen TNI menjadi Jenderal TNI didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90/TNI/Tahun 2023 tentang Kenaikan Pangkat dalam Golongan Perwira Tinggi TNI.[20] Menjabat Panglima TNIPada 31 Oktober 2023, ia dicalonkan oleh Presiden Joko Widodo untuk memegang jabatan Panglima Tentara Nasional Indonesia, menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono yang akan memasuki masa purna tugas. Dalam rapat paripurna DPR yang diselenggarakan pada 21 November 2023, Agus Subiyanto disahkan menjadi Panglima TNI, dan pada tanggal 22 November 2023 Agus Subiyanto dilantik menjadi Panglima TNI yang baru menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono.[1][21]Dalam pidato pelantikannya pada Rabu, 22 November 2023, ia menegaskan bahwa ia akan melanjutkan program dari Panglima TNI sebelumnya dan dalam menjalankan tugasnya, akan berpedoman pada visi misi PRIMA, Profesional, Responsif, Integratif, Modern dan Adaptif.[2] Penghargaan
Karya tulis
Galeri
Referensi![]() Wikimedia Commons memiliki media mengenai Agus Subiyanto. Catatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar
|