Afrika Barat telah mengalami banjir terburuk dalam beberapa dasawarsa. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 2,3 juta orang terkena dampak pada tahun 2023, tiga kali lebih banyak daripada tahun 2022.[3]
Bendungan Alau dibangun pada tahun 1986 untuk membantu petani dalam irigasi dan mengendalikan banjir dari Sungai Ngadda. Sebelum tahun 2024, bendungan tersebut jebol dua kali: pada tahun 1994 dan 2012, yang menyebabkan banjir di masyarakat setempat.[3]
Negara Bagian Borno juga mengalami krisis kemanusiaan selama dekade terakhir akibat Pemberontakan Boko Haram. Pemberontakan tersebut telah menyebabkan lebih dari 2,6 juta orang mengungsi, banyak di antaranya tinggal di kamp-kamp yang rentan terhadap banjir.[4]
Penyebab
Hujan terus-menerus mulai turun menjelang akhir Agustus di wilayah pemerintahan daerah Bama, Damboa, dan Gwoza, dan Badan Meteorologi Nigeria memperkirakan bahwa hujan tersebut dapat menyebabkan banjir. Saat permukaan air di waduk Bendungan Alau mulai naik, para pejabat diberitahu oleh warga setempat yang khawatir.[5]
Bendungan
Pada tanggal 10 September, Bendungan Alau mulai retak dan akhirnya jebol, memicu banjir bandang yang menggenangi, menenggelamkan, dan menghancurkan masyarakat di dataran rendah di negara bagian tersebut.[6][7]
Tanggapan
Gubernur Babagana Zulum membuka kamp pengungsi internal dan kamp lainnya di daerah dataran tinggi demi keselamatan warga. Dia mengatakan kepada wartawan bahwa lebih dari satu juta jiwa terdampak banjir dan menggambarkan kerusakannya sebagai "di luar imajinasi manusia".[8][9]
Wakil Presiden Kashim Shettima mengunjungi negara bagian tersebut untuk melihat tingkat kerusakan dan meyakinkan penduduk tentang intervensi pemerintah federal untuk membantu mereka mengatasi masalah tersebut.[10]
Tangki septik yang rusak dan kuburan yang terendam banjir juga memicu kekhawatiran akan penyebaran penyakit menular yang cepat. Perwakilan Negara Nigeria untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Kazadi Mulombo mengumumkan bahwa WHO akan memimpin bantuan kesehatan dengan bekerjasama dengan badan-badan lain seperti Program Pangan Dunia dan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang bertumpu pada gizi, air, sanitasi, dan kebersihan.[11]
Akibat
Gubernur mengumumkan penutupan sekolah-sekolah di negara bagian tersebut karena permukaan air terus meningkat akibat jebolnya bendungan. Banjir tersebut berdampak pada Kebun Binatang Sanda Kyarimi Park, sebuah kebun binatang dan lokasi satwa liar di Maiduguri. Laporan menunjukkan bahwa 40% hewan di sana mati sementara yang lain kabur dari penangkaran dan terlihat di jalanan ibu kota.[12] Due to the risk of attacks from animals, residents were urged to take precautions.[13]
Banjir ini menyebabkan 70% penduduk di negara bagian Borno mengungsi dan 70% kota Maiduguri terkena dampaknya, menurut National Emergency Management Agency (NEMA).[14][15] Dikatakan bahwa sedikitnya 30 orang meninggal dan lebih dari 400.000 orang mengungsi.[2]
Rumah Sakit Umum Negara dan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Maiduguri juga terkena dampak banjir. Kamp-kamp pengungsi internal juga terkena dampak karena orang-orang dipindahkan dari Kamp El Miskin ke Kamp Bakasi demi keselamatan menurut direktur jenderal NEMA.[1][16]
Setelah banjir menyebabkan tembok runtuh, 270 tahanan melarikan diri dari penjara dengan keamanan sedang milik Dinas Pemasyarakatan Nigeria di Maidugur. Sejauh ini tujuh tahanan telah ditangkap kembali dan Gubernur Zulum menuduh bahwa beberapa anggota kelompok militan Islam Boko Haram termasuk di antara mereka yang berhasil melarikan diri.[17][18]