Bekasang adalah makanan dari wilayah Indonesia Timur, umumnya ditemukan pada daerah Sulawesi dan Kepulauan Maluku.[1] Makanan ini dibuat dari isi perut ikan yang difermentasikan seperti terasi.[1] Bekasang memiliki kemiripan dengan saus ikan fermentasi (Yu-lu) yang merupakan makanan tradisional Cina.[2]
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L.), yang biasanya berada pada perairan Kepulauan Maluku dipotong dan diasapkan.[3] Pada umumnya, ada dua cara membuat bekasang.[3] Cara yang pertama adalah dengan mencampur perut ikan dan garam, lalu difermentasikan selama 1 bulan dalam suatu wadah setelah pengeringan selama 10 hingga 15 hari.[3] Metode ini tidak menggunakan [starter].[3] Biasanya fermentasi bekasang berlangsung secara spontan dengan bantuan nasi, singkong, atau garam.[4] Bakteri asam laktat berperan dalam proses preservasi atau pengawetan dengan cara menurunkan pH makanan sehingga menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen.[4]
Aktivitas antimikrob dari bekasang diuji dengan metode lapisan ganda.[4] Bakteri yang diujicobakan adalah Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes.[4] Kultur bakteri indikator ditambahkan dengan kultur BAL yang telah diisolasi dari bekasam, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam.[4] Isolat bakteri yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa antimikrob akan menghasilkan zona bening di sekeliling koloni bakteri indikator.[4] Indeks inhibisi dihitung dengan rumus: Index inhibisi = (diameter zona inhibisi-diameter koloni)/(diameter koloni).[4] Suatu eksperimen juga dilakukan untuk menguji senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL.[4] Pengujian ini dilaksanakan dengan metode agar well diffusion. Supernatan kultur disterilisasi dengan filter acrodisc, dan dinetralkan dengan NaOH konsentrasi 1N.[4]
Terdapat berbagai isolat yang diambil dari bekasang, 62 isolat diantaranya adalah BAL (Bakteri Asam Laktat).[4] 90% BAL yang berhasil diisolasi menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap Listeria monocytogenes.[4] Persentase isolat lainnya yang menghambat Salmonella typhimurium 79%, Escherichia. coli 73%, Bacillus cereus 71%, dan Staphylococcus aureus 66%. Namun zona inhibisi dan indeks inhibisi terbesar adalah antara BAL dan Staphylococcus aureus.[4]
Ada fenomena dimana kultur BAL pada pH netral tidak memproduksi zona inhibisi.[4] Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menentukan aktivitas antimikrob pada isolat BAL dari bekasam adalah asam organik yang berperan sebagai zat pengawet.[4] Senyawa yang dihasilkan dari metabolisme BAL tidak hanya berperan sebagai pengawet, tetapi juga memperkuat rasa, aroma, dan tekstur dari produk bekasam.[4] Kandungan nitrogen terlarut pada produk ini juga ditemukan meningkat dibandingkan kadar pada awal fermentasi.[5]
Dalam kebudayaan Minahasa, ada larangan bagi orang sakit yaitu tidak boleh mengonsumsi makanan yang dibusukkan seperti terasi dan bekasang.[6]