Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja, MBA. (EYD: Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Suryaatmaja) atau yang bergelar Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin (lahir 31 Agustus 1954)[1] adalah keturunan Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin[2].
Biografi
Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja adalah putra dari Ratu Bagus Abdul Mughni Soerjaatmadja bin Ratu Bagus Aryo Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (Sultan Penuh Banten terakhir[3]). Bambang lahir dari pasangan Ratu Bagus Abdul Mughni dan Soepiati Soeraatmadja pada tanggal 31 Agustus1954.
Silsilah dan Kontroversi
Pengadilan AgamaSerang melalui Surat Penetapan Ahli Waris bernomor 0316/PDT.P/2016/PA.SRG tanggal 22 September2016, telah memutuskan bahwa Bambang Wisanggeni adalah benar putra dari Ratu Bagus Abdul Mughni Soerjaatmadja bin Ratu Bagus Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (Sultan Penuh Banten terakhir)[4]. Pengadilan Agama (PA) Serang kemudian membatalkan kepangkatan gelar Sultan ke-18 yang disandang oleh Ratu Bagus Bambang Wisanggeni. Jadi tidak ada penetapan satu-satunya penerus Kesultanan Banten melalui perkara gugatan nomor 786/PDTH/2017 sejak 13 April 2017.[5] Gelar Sultan Banten ke-18 milik Ratu Bambang Wisanggeni (BW) resmi dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), berdasarkan putusannya bernomor 107 K/Ag/2019.[6]
Kisruh gelar Sultan Banten ke-18 bermula di tahun 2016 silam. Saat itu, Pengadilan Agama (PA) Serang mengeluarkan putusan bahwa Ratu Bambang Wisanggeni sebagai pribadi yang memiliki pertalian darah terkuat ke Sultan Syafiudin, Sultan Banten terahir. Putusan itu berdasarkan putusan nomor nomor 316/Pdt.P/2016/PA.Srg pada 22 September 2016. Kemudian Kenadziran Kesultnan Banten mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten, hingga keluar putusan bernomor 17/Pdt.G/2018/PTA.Btn, tertanggal 13 Desember 2017, yang membatalkan putusan PA Serang.[6]
Pada tahun 1981, Bambang menikah dengan Drg. Nina Arifai, SpPM dan dikaruniai satu orang putri dan tiga putra: Ratu Ayu Primiputri Rakhmania Soerjaatmadja (Ratu Gusti), Ratu Bagus Akhmatindra Adisatria Rachman Soerjaatmadja (Pangeran Gusti), Ratu Bagus Raditya Hafiz Bangsawan Soerjaatmadja (Pangeran Adipati), dan Ratu Bagus Muhammad Arief Abimanyu Soerjaatmadja (Pangeran Anom).
Ratu Gusti atau Ratu Ayu Primiputri Rakhmania Soerjaatmadja, S.Hum (Putri) adalah putri pertama Bambang Wisanggeni dan Nina Arifai. Putri adalah seorang dosen Universitas Indonesia. Ia memiliki satu orang putra dan putri, Kaisar Gavin Akbar Jiriadana dan Kanaya Nafisha Jiriadana.
Pangeran Gusti
Pangeran Gusti atau Ratu Bagus Akhmatindra Adisatria Rachman Soerjaatmadja, S.E. (Indra) adalah putra pertama Bambang Wisanggeni dan Nina Arifai. Indra adalah seorang Entrepreneur muda, Fasilitator, dan Motivator.
Pangeran Adipati
Pangeran Adipati atau Ratu Bagus Raditya Hafiz Bangsawan Soerjaatmadja (Adit) adalah putra kedua Bambang Wisanggeni dan Nina Arifai.
Pangeran Anom
Pangeran Anom atau Ratu Bagus Muhammad Arief Abimanyu Soerjaatmadja adalah putra ketiga Bambang Wisanggeni dan Nina Arifai.
Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja adalah generasi keempat dari Sultan Banten terakhir, Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin.[3] Bambang merupakan pewaris sah dan resmi Kesultanan Banten, Ketua Lembaga Trah (LT) Pelestarian Budaya Kesultanan Banten, Ketua Lembaga Keluarga Besar dan Kerabat Kesultanan Banten, dan Ketua Yayasan Khazanah Kasulthanan Banten.
Kisruh gelar Sultan Banten ke-18 bermula di tahun 2016 silam. Saat itu, Pengadilan Agama (PA) Serang mengeluarkan putusan bahwa Ratu Bambang Wisanggeni sebagai pribadi yang memiliki pertalian darah terkuat ke Sultan Syafiudin, Sultan Banten terakhir. Putusan itu berdasarkan putusan nomor nomor 316/Pdt.P/2016/PA.Srg pada 22 September 2016. Kemudian Kenadziran Kesultnan Banten mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten, hingga keluar putusan bernomor 17/Pdt.G/2018/PTA.Btn, tertanggal 13 Desember 2017, yang membatalkan putusan PA Serang.[6]
Penobatan
Sejarah penobatan Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja sebagai Sultan Banten ke-18 dengan gelar Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin:[2]
2013
Pada tahun 2013, Silsilah Bambang Wisanggeni selaku pewaris Kesultanan Banten diakui dan disahkan oleh Rabithah Azmatkhan selaku Lembaga penelitian nasab keluarga keturunan Walisongo.
Pada Tahun 2014, Bambang diundang sebagai Sultan Banten oleh Kesultanan Kelantan di Malaysia, hal tersebut menjadikan semakin kuat pengakuan terhadapnya sebagai pewaris resmi Kesultanan Banten yang mulai datang dari kalangan Internasional.
2015
Pada 3 Februari 2015, Bambang diakui oleh para Ulama Internasional, seperti dari Turki ( Syeikh Fadhil al-Jailani, keturunan Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani), Syria, Kelantan-Malaysia dan Pattani-Thailand, sebagai Sultan Banten ke-18 dengan gelar Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin.[12] Bambang juga diberikan wasiat dan mandat sebagai pewaris Kesultanan yang memimpin secara budaya dan keislaman bersilaturahim dengan para ulama Banten, masyarakat dan pemerintah daerah.[13]
Gelar Sultan Banten ke-18 milik Ratu Bambang Wisanggeni (BW) resmi dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), berdasarkan putusannya bernomor 107 K/Ag/2019.[6] Kisruh gelar Sultan Banten ke-18 bermula di tahun 2016 silam. Saat itu, Pengadilan Agama (PA) Serang mengeluarkan putusan bahwa Ratu Bambang Wisanggeni sebagai pribadi yang memiliki pertalian darah terkuat ke Sultan Syafiudin, Sultan Banten terahir. Putusan itu berdasarkan putusan nomor nomor 316/Pdt.P/2016/PA.Srg pada 22 September 2016. Kemudian Kenadziran Kesultnan Banten mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten, hingga keluar putusan bernomor 17/Pdt.G/2018/PTA.Btn, tertanggal 13 Desember 2017, yang membatalkan putusan PA Serang.[6]
Pengadilan AgamaSerang angkat bicara terkait pro-kontra pengukuhan tersebut. Pengadilan menyatakan tidak melakukan penetapan gelar Sultan Banten ke-18, melainkan hanya menetapkan Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja sebagai ahli waris dari keturunan Kesultanan Banten. Ketetapan Pengadilan AgamaSerang tersebut bernomor 0316/PDT.P/2016/PA.SRG tanggal 22 September2016 tentang Penetapan Ahli Waris.[17]
Ketua Pengadilan Agama Negeri Serang, Delih Effendy mengungkapkan, pada Juli 2016 Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja telah mengajukan Penetapah Ahli Waris melalui kuasa hukumnya.[18] Dalam permohonan tersebut, Bambang mengaku bahwa dirinya merupakan ahli waris dari ayahnya yang bernama Ratu Bagus Abdul Mughni Soerjaatmadja. Di dalam perjalanan perkaranya, Bambang bersama pengacaranya memberikan saksi-saksi dan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa dirinya adalah benar anak dari Ratu Bagus Abdul Mugeni Soerjaatmadja bin Pangeran Ratu Bagus Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (Sultan Banten yang berdaulat di masa Belanda[3]). Delih Effendi menegaskan, dasar penetapan itulah yang kemudian dijadikan oleh pihak Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja sebagai alat bukti pengukuhannya sebagai Sultan Banten yang ke-18. Sementara keputusan tersebut hanya tentang penetapan ahli waris (PAW), bukan penetapan sebagai Sultan Banten, karena Pengadilan Agama tidak pernah dan tidak berwenang untuk memberikan gelar kepada sesorang, termasuk memberikan status bahwa sesorang itu bergelar Sultan.[18]
Sementara itu, Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni mengatakan, keputusan Pengadilan Agama Serang nomor 0316/PDT.P/2016/PA.SRG tanggal 22 September 2016 tentang Penetapan Ahli Waris tersebut telah menetapkan dirinya sebagai ahli waris Kesultanan Banten sehingga berhak atas gelar Sultan Banten ke-18. Ia mempersilakan pihak-pihak yang merasa keberatan atas penobatan dirinya sebagai Sultan Banten ke-18 untuk melakukan gugatan hukum.[19] Ia mengungkapkan, sebenarnya dirinya tidak ingin menjadi Sultan Banten. Namun karena garis keturunan, Bambang Wisanggeni mengaku tak bisa menolak atas hak sebagai ahli waris Kesultanan Banten. Sebagai Sultan Banten, ia justru berniat merangkul semua pihak, termasuk yang menolak penobatan dirinya sebagai Sultan Banten. Bambang Wisanggeni ingin mengajak semua untuk bekerja sama membangun kembali kejayaan Kesultanan Banten.[20]
Sementara itu, pihak Majelis Ulama IndonesiaProvinsi Banten menilai konflik horizontal yang terjadi pada penetapan Sultan Banten ke-18 antara pihak Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni sebagai ahli waris Kesultanan dengan pihak Kenadziran Kesultanan Banten merupakan urusan keluarga dan harus diselesaikan secara kekeluargaan.[21]