| Kebenaran artikel ini dipertanyakan. Kemungkinan isinya berupa hoaks. Harap verifikasi sumber tepercaya yang digunakan di artikel atau bagian-bagiannya, serta tambahkan sumber tepercaya pada klaim yang tidak ada rujukannya. Jika rujukannya tidak tepercaya, cobalah mengusulkan artikel ini untuk dihapus dan/atau menghapus bagian yang dipertanyakan. Jika halaman ini terang-terangan merupakan hoaks, tambahkan {{db-hoax}} agar dapat dihapus dengan cepat. Silakan bicarakan halaman ini. (November 2024) |
Invasi Cirebon ke Banten terjadi karena Kesultanan Banten tidak ingin takluk kepada Kesultanan Mataram.
Pertempuran
terjadi pergerakan 60 kapal layar tampak menuju Pelabuhan Tanara. Senapati atau pemimpinnya adalah Ngabei Panjangjiwa yang menyertainya adalah Pangeran Martasari, sebagaimana dikisahkan pada "Disintegrasi Mataram : Dibawah Amangkurat I" dari H.J. De Graaf.
Sebaliknya, pihak Banten mengirimkan sebuah armada yang terdiri atas 50 kapal.Banyak punggawa lainnya juga turut serta. Sultan berjanji akan memberi hadiah dua ribu rial, dan sehelai kampuh (kain kebesaran) apabila tercapai kemenangan.
Setiba di Tanara, Astrasusila menunggu sambil bersembunyi di Tanjung Gede, kedua pemimpin lainnya di Muara Pasiliyan. Pada pagi hari orang Cirebon berdayung memasuki pelabuhan Tanara. Ngabei Panjangjiwa membuang senjatanya dan menyerah kepada Demang Wirapaksa.
Ia dikirim kepada Sultan, yang mengampuninya. Ketika orang Cirebon lainnya melihat senjata - senjata sedang terapung, belum mengerti mereka bahwa Panjangjiwa tanpa sedikit perlawanan pun telah menyerah. Mereka diserang secara tiba - tiba oleh Astrasusila dan dua orang demang.
Hanya satu kapal yang selamat, di bawah pimpinan Martasari, sedangkan 50 kapal dapat dirampas. Para awak kapal tidak melawan, dibelenggu, dan diturunkan di padang Sumur Angsana. Di sana mereka semua dibunuh, sekalipun mereka minta ampun. Kepala dari jasad yang sudah meninggal mereka dikirim ke Surosowan (Banten).
Peristiwa tragis ini terjadi pada hari ketiga puluh bulan Ramadan. Pada hari Lebaran para prajurit kembali ke Banten. Bulan Ramadan tanggal 30 ini jatuh pada tanggal 22 Desember tahun 1650, dimana hari Lebaran Idul Fitri jatuh pada hari berikutnya.
Referensi