Jari manis (bahasa Inggris: ring finger) adalah jari keempat pada tangan manusia, dihitung dari ibu jari (jari pertama) atau "proksimal", atau jari kedua dihitung dari jari kelingking atau "ulnar"; terletak antara jari tengah dan jari kelingking. Dalam bahasa Latin disebut "digitus medicinalis" ("jari pengobatan"), "digitus annularis" ("jari cincin"), "digitus quartus" ("jari keempat"), atau "digitus IV" sebagaimana dipakai dalam anatomi. Ada yang merujuk sebagai "jari ketiga" jika tidak menghitung ibu jari dan menyebut jari telunjuk sebagai "jari pertama".[1]
Etimologi
Menurut László A. Magyar, nama-nama "jari manis" dalam berbagai bahasa mencerminkan kepercayaan kuno bahwa jari itu bersifat "magikal" atau memiliki kuasa gaib. Karena diberi nama yang berhubungan dengan "magic", atau "cincin". Bahkan juga disebut "tidak bernama" seperti dalam bahasa Tionghoa: 无名指, "jari tak bernama"),[2], bahasa Sanskreta ""Anamika" atau bahasa Finlandia "Nimetön" dengan arti "yang tak bernama").
Dua tangan kiri membentuk tanda hati. Kedua tangan memakai cincin kawin yang serupa pada jari manis masing-masing.
Sebelum ilmu kedokteran menemukan fungsi sistem peredaran darah, orang percaya bahwa sebuah vena menghubungkan jari manis pada tangan kiri langsung ke jantung. Karena hubungan tangan-jantung ini, vena tersebut diberi nama deskriptif vena amoris, kata Latin untuk "vena cinta". Berdasarkan nama ini, para "ahli" dalam etiket pernikahan pada zaman kuno yang sama menulis bahwa sepatutnyalah cincin kawin dikenakan pada jari ini. Dengan mengenakan cincin pada jari keempat tangan kiri, pasangan pengantin secara simbolis menyatakan cinta abadi mereka satu sama lain.
Dalam budaya barat modern, cincin kawin secara tradisional dikenakan pada jari manis. Ini dikembangkan dari budaya Romawi, "anulus pronubis", ketika seorang laki-laki memberikan sebuah cincin kepada pengantin perempuannya pada upacara pertunangan. Pemberkatan cincin kawin dan pengenaan pada jari manis pengantin perempuan dapat ditelusuri sejak abad ke-11 Masehi. Pada abad pertengahan di Eropa, upacara pernikahan Kristen meliputi pemasangan cincin ini secara berurutan pada jari telunjuk, jari tengah dan jari manis di tangan kiri. Cincin itu kemudian dibiarkan melekat pada jari manis. Pada sejumlah negara di Eropa, cincin ini dikenakan pada tangan kiri sebelum pernikahan, dan kemudian dipindahkan ke tangan kanan pada waktu upacara pernikahan, misalnya dalam Gereja Ortodoks Timur (Ortodoks Yunani) pengantin perempuan memindahkan cincin dari jari manis tangan kiri ke jari manis di tangan kanan dan terus melekat di sana setelah upacara pernikahan. Di Inggris, Buku Doa tahun 1549 menyatakan bahwa "cincin itu harus dikenakan pada tangan kiri". Pada abad ke-17 dan ke-18 cincin itu dapat dikenakan di jari manaupun setelah upacara pernikahan - bahkan pada ibu jari.
Cincin ini lebih kelihatan di tangan kanan karena tradisi bersalaman dengan tangan kanan, tetapi lebih terjaga dari keausan pada orang bertangan kanan jika dipakai pada tangan kiri.
Dalam budaya Sinhala dan Tamil, pengantin pria mengenakan cincin kawin pada tangan kanan sedangkan pengantin perempuan mengenakan pada tangan kiri. Ini dapat dilihat pada negara-negara seperti Sri Lanka di mana ditemukan pengaruh kuat budaya Sinhala dan Tamil dalam masyarakatnya.[4]