Kabut Asia Tenggara 2006 disebabkan oleh pembakaran tak terkontrol akibat penanaman "tebang dan bakar" di Indonesia dan memengaruhi beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya, seperti Malaysia, Singapura, Thailand selatan, dan sampai sejauh Pulau Saipan;[1] efek kabut ini juga menyebar hingga Korea Selatan.[2] Sumber polusi setempat telah menyumbang sebagian peningkatan toksisitas, terutama di daerah berpolusi tinggi seperti pelabuhan, kilang minyak, dan perkotaan padat, Di daerah industri Lembah Klang yang terurbanisasi tinggi di Malaysia, daratan sekitarnya berperan sebagai penolak alami udara berpolusi sehingga memperburuk situasi ketika kabut datang.
Ada juga hubungannya dengan El Niño.[3] Kabut ini lebih buruk dibanding peristiwa sebelumnya akibat El Niño-Osilasi Selatan yang menunda musim monsun tahun itu. Kebakaran di Kalimantan menghasilkan asap dalam jumlah besar, terbakar dalam waktu yang lama dan sulit dipadamkan karena terjadi di tanah rawa, dan setelah terbakar kebakaran ini bisa berlangsung selama beberapa bulan dan melepaskan gas yang menghasilkan asam belerang.[4]
Kualitas udara di seluruh kawasan Asia tenggara membaik pada akhir Oktober setelah hujan deras memadamkan kebakaran di Indonesia.[5]