Lingsir Wengi adalah tembang Jawa yang cukup populer di kalangan masyarakat Jawa modern. Masyarakat Jawa dimasa kini mengenal tembang ini dari lagu pop Campursari yang dipopulerkan oleh penyanyi Nurhana (1995, produksi Daksa Records). Kemudian di tahun 2006 Lingsir Wengi muncul sebagai lagu yang dinyanyikan oleh seorang pemeran dalam film Kuntilanak karya sutradara Rizal Mantovani (2006, MVP Pictures).
Apabila ditelusur jauh ke belakang, masyarakat Jawa di masa lalu sesungguhnya tidak mengenal tembang Jawa dengan judul Lingsir Wengi seperti halnya masyarakat Jawa yang hidup dimasa kini. Di abad ke-15, masyarakat Jawa - khususnya yang tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur - mengenal sebuah tembang yang berjudul Rumeksa ing Wengi karya Sunan Kalijaga. Meskipun begitu, sebagian masyarakat Jawa di masa kini menganggap tembang Lingsir Wengi memiliki makna konotatif sama seperti halnya makna yang terkandung dalam tembang Rumeksa ing Wengi karya Sunan Kalijaga.[1]
Tinjauan berdasarkan makna
Secara Semantik istilah Lingsir Wengi mengandung makna 'saat dimana malam mulai menyusut'.[2]
Namun ada juga yang mengartikannya 'saat menjelang tengah malam' seperti yang terdapat pada lirik lagu Lingsir Wengi karya Sukap Jiman (1995) [3] maupun lagu Lingsir Wengi gubahan Rizal Mantovani dan Ngatirin (2006).[4]
Lingsir Wengi (Sukap Jiman,1995)
Lingsir Wengi adalah sebuah lagu pop Jawa Campursari yang diciptakan oleh Sukap Jiman dan dipopulerkan oleh penyanyi Nurhana (1995, produksi Daksa Records). Bagi penciptanya lagu Lingsir Wengi ini merupakan kenangan kisah cintanya kepada Waliem, istrinya yang telah meninggal dunia.[5] Berikut ini adalah lirik lagu Lingsir Wengi berikut maknanya.
Lingsir Wengi
Lingsir wengi Sepi durung bisa nendra Kagodha mring wewayang
Angeridhu ati
Kawitane
Mung sembrana njur kulina
Ra ngira
Yen bakal nuwuhke tresna
Nanging duh tibane aku
Dewe kang nemahi
Nandang branta kadung lara
Sambat-sambat sapa
Rina wengi
Sing tak puji aja lali
Janjine muga isa tak ugemi
|
Saat Menjelang Tengah Malam
Saat menjelang tengah malam Sepi belum bisa tidur Tergoda oleh bayangmu
Yang merindu hati
Awal mulanya
Cuma bercanda lalu terbiasa
Tidak menyangka
Kalau bakal menumbuhkan cinta
Tapi ternyata aku
Sendiri yang mengalami
Terlanjur sakit dirundung cinta
Mengeluh kepada siapa
Siang malam
Yang kupuji janganlah lupa
Janjinya semoga bisa kupegang teguh
|
Lingsir Wengi (Rizal Mantovani, Ngatirin, 2006)
Di tahun 2006, sebuah versi yang berbeda dari tembang Lingsir Wengi muncul ke tengah publik pecinta film Indonesia. Lingsir Wengi ini digubah oleh Rizal Mantovani dan Ngatirin,[6] khusus untuk dinyanyikan dalam film Kuntilanak (2006, MVP Pictures) karya sutradara Rizal Mantovani. Tembang ini digubah dalam bentuk kidung Macapat bermetrum Durma. Tembang Durma biasanya digunakan untuk menggambarkan suasana hati yang diliputi amarah, memberontak atau nafsu menghancurkan.[7] Sifat-sifat tersebut terbaca dengan jelas dalam lirik lagu Lingsir Wengi ini yang merupakan mantra pemanggil Kuntilanak. Berikut ini adalah lirik dan makna tembang Lingsir Wengi (2006) versi film Kuntilanak.
Lingsir Wengi
Lingsir wengi Sliramu tumeking sirna Aja tangi nggonmu guling
Awas ja ngetara
Aku lagi bang winga-winga
Jin setan kang tak utusi
Dadiya sebarang
Waja lelayu sebet
|
Menjelang Tengah Malam
Menjelang tengah malam Dirimu akan lenyap Jangan bangun dari tempat tidurmu
Awas jangan menampakkan diri
Aku sedang marah besar
Jin dan setan akan kuperintahkan
Jadilah perantara
Kamu akan menjadi mati
|
Rumeksa ing Wengi (Sunan Kalijaga, abad ke-15)
Sunan Kalijaga (1450-1592) adalah seorang pendakwah dimasa awal penyebaran agama Islam di Jawa yaitu dimasa setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit di abad ke-15. Mengikuti jejak Sunan Bonang gurunya, Sunan Kalijaga dikenal senang menggunakan pendekatan seni-budaya dalam syiar Islamnya. Digubah dalam bentuk kidung Macapat bermetrum Dandhanggula, [8] Tembang bermetrum Dandhanggula dikenal mengandung sifat-sifat kebahagiaan, suka-duka, perjuangan, bersyukur, kegigihan, kerja keras dan kasih sayang. [9] Karakter tersebut sangat kental tercermin dari lirik tembang Rumeksa ing Wengi yang bermakna do'a permohonan kepada Allah SWT agar seseorang terhindar dari penyakit, pencurian, serangan sihir dan teluh, serta gangguan jin dan setan.[10] Siapa yang mengamalkan do'a ini akan sentosa hidupnya karena mendapatkan penjagaan dari malaikat dan para nabi.[11] Berikut ini adalah lirik dan makna tembang Rumeksa ing Wengi (abad ke-15).
Rumeksa ing Wengi
Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh hayu luputa ing lelara Luputa billahi kabeh
Jin setan datan purun
Paneluhan tan ana wani
Miwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah ing mami
Guna duduk pan sirna
Sakehing lara pan samya bali
Sakehing ngama pan sami miruda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak lulut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning mong lemah miring
Myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran mring widadari
Rineksa malaekat
Sakathahing rasul
Pan dadi sarira tunggal
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa
Napasingsun nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakub pamiryasaningwang
Dawud swaraku mangke
Nabi Ibrahim nyawaningwang
Nabi Suleman kasekten mami
Nabi Yusup rupengwang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kulitingwang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda Ngusman
Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti Aminah banyuning angga
Ayub ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhammad
Panduluku rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahing para nabi
Dadiya sarira tunggal
|
Do'a di Malam Hari
Ada nyanyian yang menjaga di malam hari Kukuh selamat terbebas dari penyakit Terbebas dari semua malapetaka
Jin setan jahat pun tidak ada yang berani
Segala jenis sihir tidak berani
Apalagi perbuatan jahat
Guna-guna pun tersingkir
Api akan menjadi air
Pencuri menyingkir tidak ada yang mendekat
Guna-guna sakti pun lenyap
Segala penyakit kembali ke asalnya
Semua hama pada membiarkan
Seolah menunjukkan belas kasih
Segala senjata tidak melukai
Bagai kapas menimpa besi
Segenap racun menjadi tawar
Binatang buas menjadi jinak
Kayu angker tanah gersang
Liang landak gua tanah miring
Tempat merak bersarang
Kandangnya badak termasuk
Meski arca dan laut mengering
Pada akhirnya akan sehat sejahtera
Dan menyenangkan
Dikelilingi bidadari
Dijaga oleh malaikat
Bersama para rasul
Semuanya menyatu dalam diriku
Hatiku nabi Adam, pikiranku baginda Sis
Ucapanku adalah nabi Musa
Nafasku nabi Isa yang mulia
Nabi Yakub penampilanku
Daud suaraku kelak
Nabi Ibrahim nyawaku
Nabi Sulaiman menjadi kesaktianku
Nabi Yusuf elok wajahku
Idris berada di rambutku
Baginda Ali elok kulitku
Abubakar darah daging Umar yang setia
Tulang baginda Usman
Sumsumku adalah Fatimah yang mulia
Siti Aminah cairan tubuhku
Ayub berada dalam ususku kelak
Nabi Nuh berada di jantungku
Nabi Yunus berada di ototku
Mataku ialah Muhammad
Penglihatanku seumpama rasul
Dalam lindungan Adam dan Siti Hawa
Maka lengkaplah para nabi semuanya
Jadilah menyatu dalam diriku
|
Penutup
Nampak disini bahwa judul lagu bisa sama atau mirip satu sama lain, tetapi identitas lagu lah yang membedakannya. Unsur pembedanya adalah lirik dan karakter lagu. Lirik mengindikasikan maksud ndan tujuan lagu itu dibuat, sedangkan metrum atau pola nada dan tempo menggambarkan suasana hati yang menjiwai sebuah lagu.
Referensi
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
- ^ [1] Nurul Layli, Makna Lirik Lagu Lingsir Wengi Karya Sunan Kalijaga (Analisis Semiotika Roland Barthes), Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Ponorogo, 2020
- ^ [2] Puspasari Setyaningrum, Penyebutan Waktu dalam Bahasa Jawa, Kompas.com, 5 November 2023
- ^ [3] Ari Purnomo, detikNews, 23 November 2021
- ^ [4] Surat Pencatatan Ciptaan Nomor EC 00201824932, 24 Agustus 2014
- ^ [5] Ari Purnomo, idem
- ^ [6] Surat Pencatatan Ciptaan, idem
- ^ [7] Wahyu Gilang Putranto, Urutan 11 Tembang Macapat Bermakna Perjalanan Hidup Manusia: Maskumambang hingga Pucung, www.tribunnews.com, 2 November 2022
- ^ [8] M. Sakdullah, Kidung Rumeksa ing Wengi Karya Sunan Kalijaga dalam Kajian Teologis, UIN Walisongo, Semarang as published in Ilmu Kalam, Vol. 25 No. 2, 2014
- ^ [9] Kompas.com, Mengenal Tembang Dandhanggula: Makna, Watak dan Aturan, Kompas.com, 27 Januari 2023
- ^ [10] Faiz Saroni, Pesan Dakwah dalam Serat Kidung Rumeksa ing Wengi Karya Sunan Kaloijaga (Kajian Semiotika Ferdinand de Saussure), Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2020
- ^ [11] Danur Putut Permadi, Memoir of Kidung Rumeksa ing Wengi in the Frame of Symbolism, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung as published in ISLAH: Journal of Islamic Literature and History, Vol. 2 No. 1, June 2022 ISSN: 2783-407X