Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mitigasi perubahan iklim di Indonesia dengan mengeluarkan program Kampung Iklim (Proklim) yang dicanangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.[1] Sistematika pelaksanaannya dengan melakukan sosialisasi dan memberikan penghargaan kepada masyarakat lokal yang turut serta dalam membantu mitigasi perubahan iklim. Pelaksanaan Program Kampung Iklim merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 84 tahun 2016. Implementasi yang diharapkan dari Kampung Iklim yaitu:
Menjalin kemitraan dengan kementrian/lembaga terkait pemerintah daerah dunia usaha dan lembaga non-pemerintah.[1]
Mendorong komitmen pengambil kebijakan di tingkat nasional dan daerah untuk mendukung pelaksanaan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta kegiatan ekonomi masyarakat.[1]
Pengurangan emisi gas rumah kaca tak terhindar dari hal mendasar di kehidupan sehari-hari. Contohnya sampah yang menumpuk baik yang jenisnya organik dan anorganik. Oleh karena itu beberapa cara yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di antaranya meningkatkan pengelolaan limbah air di daerah perkotaan, menerapkan teknik 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) dalam proses penanggulangan timbunan sampah, perbaikan dan rehabilitasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan pemanfaatan daur ulang sampah menjadi bahan produksi energi yang ramah lingkungan.[3]
Perusahaan-perusahaanswasta seharusnya melaporkan jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan secara jujur dan transparan.[4] Dari pelaporan yang transparan, diharapkan mampu memberikan kerangka dan batasan-batasan pencapaian mitigasi perubahan iklim yang sudah dan akan dilaksanakan. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan mampu bekerja sama untuk membantu mitigasi perubahan iklim.[4] Kontribusi nyata yang dilakukan oleh perusahaan yang peduli terhadap perubahan iklim dengan menetapkan target berbasis sains. Perusahaan mempunyai target untuk menjaga panas bumi di bawah 2oC. Perusahan yang telah menerapkan basis sains yaitu Mahindra Group. Cara lain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di lembaga non-pemerintah, dengan menerapkan harga karbon disetiap perusahaan. Cara ini bisa dilakukan dengan pendekatan perdagangan karbon, pajakkarbon, batasan internal, dan bayangan harga. Selain target, ada juga advokasi yang perlu diperkuat. Salah satu pihak swasta yang mau bekerja sama dalam membuat kebijakan perubahan iklim yaitu We Mean Business Coalition dan UN Global Compact (UNGC). Kebijakan yang dibuat berisi aturan penting bagi setiap pemimpin yang ingin mempraktikkan rancangan perubahan iklim pasca Persetujuan Paris. Salah satu hasilnya tertuang dalam Climate Action Playbook 2018.[4]
Kerja Sama
Indonesia menjalin kerja sama dengan negara Jepang dibidang mitigasi perubahan iklim dengan probram BlueCares.[5] Program ini memiliki tujuan untuk melestarikan ekosistem di pesisir laut dengan mengoptimalkan "karbon biru". Sebagai tindak lanjut dari program ini perlu diadakannya penelitian dibidang ekologi, modeling, geokimia, dan sosial-ekonomi, yang dikaitkan dengan aktivitas karbon biru.[5] Program ini berlangsung sejak tahun 2017-2022. Dampak bagi negara Indonesia yaitu terbangunnya laboratoriumblue carbon yang berlokasi di Instalasi Teknologi Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta.[5]
Sumber biaya untuk mitigasi perubahan iklim diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya sumber publik dan sumber swasta. Biaya tersebut dialokasikan untuk pembiayaan lokal dan nasional.[7] Pada tahun 2009 dibentuk suatu organisasi yang mempunyai tugas sebagai koordinator pengumpulan dana dari berbagai sumber untuk pembiayaan program perubahan iklim. Organisasi itu bernama Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).[8] Program pertama yang dilakukan ICCTF yaitu melaksanakan rehabilitasiHutan Kemasyarakatan (Hkm) di Desa Lito, Kabupaten Sumbawa seluas 200 hektar (Ha). Dari proyek tersebut Indonesia Climate Change Trust Fund dinobatkan sebagai pencertus agroforestri.[8] Menurut Indonesia’s First Mitigation Fiscal Framework, bahwa biaya yang diperlukan untuk mitigasi perubahan iklim hingga tahun 2020 sebesar Rp. 670 triliun (USD 70,5 miliar), sedangkan bagi Indonesia baru mampu membiayai 23% dari total biaya mitigasi perubahan iklim.[7]