Dari tahun 1803, terjadi pertentangan antara kelompok adat dan kelompok agamais (Paderi), di mana Paderi adalah kelompok yang mendapat pengaruh dari Wahabisme dan kelompok adat masih berpegang teguh pada budaya Minangkabau (termasuk pewarisan secara matrilineal) yang puncaknya pada Perang Paderi (1833-1838).
JenderalAndreas Victor Michiels mendukung pimpinan adat dan membawa Dataran Tinggi Padang di bawah pemerintahan Hindia Belanda.
Pembagian
Berdasarkan Besluit Gubernur Hindia Belanda No 25, tanggal 22 April 1863, Residen Padangsche Bovenlanden terdiri dari beberapa afdeling, yaitu: Afdeling Tanah Datar, Afdeling Agam, Afdeling Lima Poeloe, dan Afdeling XIII dan IX Koto.[1]
Setiap afdeling terdiri dari beberapa distrik (belum disebut sebagai onder afdeeling). Setiap afdeling dipimpin oleh seorang asisten residen. Adapun distrik dipimpin oleh seorang controleur (kumandua, bahasa Minang), opsir kelas dua atau opsir kelas tiga.[2]