Alokasi penggunaan perangkat US Orbital Segment antara negara-negara penyumbang
Politik Stasiun Luar Angkasa Internasional dimulai dengan kerja sama luar angkasa pertama antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, Proyek Pengujian Apollo-Soyuz, tahun 1972. Kerja sama ini menghasilkan misi pengiriman Soyuz 19 dengan wahana Apollo pada bulan Juli 1975. Sejak tahun 1978 sampai 1987, program Interkosmos Uni Soviet mencakup negara-negara Pakta Warsawa dan negara-negara non-sekutu Soviet seperti India, Suriah, dan Prancis. Negara-negara ini terlibat dalam misi berawak dan nirawak di stasiun luar angkasa Salyut 6 dan 7. Pada tahun 1986, Uni Soviet memperluas lingkup kerja sama ini hingga dua belas negara dalam program Mir. Sejak 1994 sampai 1998, wahana Space Shuttle NASA dan awaknya mengunjungi MIR dalam Program Shuttle–Mir. Tahun 1998, Stasiun Luar Angkasa Internasional mulai dirakit.[1]
Pada bulan Maret 2012, pertemuan kepala Canadian Space Agency dan badan antariksa Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat serta negara-negara Eropa yang terlibat di Quebec City menghasilkan kesepakatan baru untuk mempertahankan operasi Stasiun Luar Angkasa Internasional sampai setidaknya tahun 2020. NASA melaporkan bahwa mereka masih menghormati prinsip misi ini, tetapi juga memanfaatkan stasiun ini dengan cara-cara baru yang tidak dijelaskan. Presiden CSA Steve MacLean percaya bahwa Canadarm di SLI akan beroperasi seperti biasa hingga 2028, artinya Kanada bisa jadi memperpanjang keterlibatannya sampai setelah tahun 2020.[2]
Kepemilikan modul, pemanfaatan stasiun oleh negara-negara anggota, dan tanggung jawab pengiriman pasokan stasiun ditetapkan oleh Space Station Intergovernmental Agreement (IGA). Perjanjian internasional ini ditandatangani tanggal 28 Januari 1998 oleh Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Kanada, dan sebelas negara anggota European Space Agency (Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Britania Raya).[3][4] Kecuali Britania Raya, semua negara penandatangan turut berkontribusi pada proyek Stasiun Luar Angkasa. Perjanjian kedua atau nota kesepahaman antara NASA dan ESA, CSA, RKA dan JAXA juga tercapai. Perjanjian-perjanjian ini kemudian dipecah, misalnya untuk kewajiban kontrak antarnegara dan pertukaran hak dan kewajiban mitra.[4] Pemanfaatan Segmen Orbital Rusia juga dirundingkan dalam perjanjian ini.[5]
Selain perjanjian antarpemerintah besar seperti ini, Brasil awalnya bergabung dengan program tersebut sebagai mitra bilateral Amerika Serikat lewat kontrak NASA dengan misi pengiriman pasokan perangkat keras.[6] Sebagai balasannya, NASA akan mengizinkan Brasil mengakses fasilitas SLI di orbit serta kesempatan menerbangkan satu astronaut Brasil sepanjang masa operasi SLI. Namun demikian, karena masalah biaya, Embraer selaku subkontraktor tidak mampu mewujudkan misi ExPrESS yang dijanjikan dan Brasil keluar dari program ini tahun 2007.[7] Italia juga memiliki kontrak seruap dengan NASA untuk memasok perangkat keras, tetapi Italia juga terlibat dalam program ini secara langsung lewat keanggotaannya di ESA.[8] Perluasan kemitraan internasional memerlukan persetujuan seluruh mitra yang ada. Partisipasi Cina tidak memungkinkan karena ditolak sepihak oleh Amerika Serikat.[9][10]
Kepala badan antariksa Korea Selatan dan India, ISRO, mengumumkan pada rapat pleno pertama Kongres Astronautika Internasional 2009 bahwa mereka ingin bergabung dengan program SLI dan akan mulai berunding pada tahun 2010. Mereka juga mendukung perpanjangan masa oeprasi SLI.[11] Pejabat ESA mengatakan bahwa negara-negara Eropa yang bukan bagian dari program akan diperbolehkan mengakses stasiun ini dalam masa percobaan tiga tahun.[12]
Bagian stasiun milik Rusia dioperasikan dan dikendalikan oleh badan antariksa Federasi Rusia dan memberikan Rusia hampir satu setengah waktu awak di SLI. Alokasi waktu awak sisanya (tiga sampai empat awak dari total enam awak permanen) dan perangkat keras di bagian stasiun yang lain sebagai berikut: Columbus: 51% untuk ESA, 46,7% untuk NASA, dan 2,3% untuk CSA.[4]Kibō: 51% untuk JAXA, 46.7% untuk NASA, dan 2,3% untuk CSA.[13]Destiny: 97,7% untuk NASA dan 2,3% untuk CSA.[14] Waktu awak, listrik, dan hak membeli layanan pendukung (seperti pengunggahan dan pengunduhan data dan komunikasi) dibagi 76,6% untuk NASA, 12,8% untuk JAXA, 8,3% untuk ESA, dan 2,3% untuk CSA.[4][13][14][15][16]
Cina bukan mitra SLI dan sejauh ini belum ada warga negara Cina di SLI. Cina memiliki program luar angkasa berawak bernama Project 921 dan telah melakukan kerja sama dan pertukaran dengan negara-negara seperti Rusia dan Jerman dalam proyek berawak dan nirawak.[17][18] Cina meluncurkan stasiun luar angkasa eksperimental pertamanya,[19]Tiangong 1, pada September 2011[20] dan secara resmi memulai proyek stasiun luar angkasa Cina berawak permanen.[21]
Pada tahun 2007, Wakil Menteri Sains dan Teknologi Cina, Li Xueyong, mengatakan bahwa Cina ingin bergabung dalam proyek SLI.[22] Tahun 2010, Direktur Jenderal ESA, Jean-Jacques Dordain, menyatakan bahwa lembaganya siap mengusulkan kepada empat mitra lainnya untuk mengundang Cina ke dalam kemitraan ini, tetapi tetap perlu persetujuan semua mitra.[23] Meski ESA menerima bergabungnya Cina, Amerika Serikat menolak. Kekhawatiran AS dengan transfer teknologi yang berpotensi digunakan untuk kepentingan militer sama dengan kekhawatiran AS atas partisipasi Rusia dalam proyek SLI.[24] Rusia pada akhirnya diterima dan NASA mulai bergantung pada kapsul awak Rusia setelah program Space Shuttle ditangguhkan usai kecelakaan Columbia tahun 2003,[25] dan ditutup tahun 2011.[26][27] Pemerintah Cina berpendapat bahwa pertukaran dan kerja sama internasional di bidang rekayasa antariksa harus dilakukan atas dasar kemaslahatan bersama, penggunaan damai, dan pengembangan bersama.[17] Wahana berawak Shenzhou milik Cina menggunakan sistem labuh APAS yang dikembangkan usai kesepakatan transfer teknologi wahana Soyuz Rusia tahun 1994–1995. Perjanjian tersebut mencakup latihan, pengadaan kapsul Soyuz, sistem pendukung kehidupan, dan baju luar angkasa. Pengamat Amerika Serikat berkomentar bahwa wahana Shenzhou dapat berlabuh di SLI apabila suasana politik sudah reda. Teknisi Cina mengatakan bahwa sistem pendekatan wahana masih perlu diperbaiki. Shenzhou 7 terbang sekitar 50 kilometer dari SLI.[18][28][29]
Kerja sama Amerika Serikat dengan Cina di luar angkasa cukup terbatas, tetapi kedua belah pihak sudah berusaha untuk memperbaiki hubungan tersebut.[30] Pada tahun 2011, Kongres Amerika Serikat mengesahkan undang-undang yang memperkuat halangan kerja sama sehingga mencegah kerja sama NASA dengan Cina atau perusahaan Cina, bahkan anggaran belanja untuk mendatangkan warga negara Cina di fasilitas-fasilitas NASA, kecuali ada undang-undang baru yang mengizinkannya.[31]
Pada saat yang sama, Cina, Eropa, dan Rusia memiliki hubungan kerja sama di berbagai proyek eksplorasi luar angkasa.[32] Antara 2007 dan 2011, badan luar angkasa Eropa, Rusia, dan Cina melakukan persiapan darat untuk proyek Mars500 yang melengkapi persiapan SLI untuk misi berawak ke Mars.[33]
Brasil
Brasil bergabung dengan SLI sebagai mitra Amerika Serikat. Brasil terikat kontrak dengan NASA untuk memasok perangkat keras ke SLI.[6] Sebagai balasannya, NASA akan mengizinkan Brasil mengakses fasilitas SLI di orbit serta kesempatan menerbangkan satu astronaut Brasil sepanjang masa operasi SLI. Namun demikian, karena masalah biaya, Embraer selaku subkontraktor tidak mampu mewujudkan misi ExPrESS yang dijanjikan dan Brasil keluar dari program ini tahun 2007.[7] Astronaut pertama dari Brasil, Marcos Pontes, dikirim ke SLI pada April 2006 dalam Expedition 13.[34] Pontes adalah wisatawan luar angkasa pertama Brasil.[34] Marcos berlatih di Space Shuttle dan Soyuz, lalu berangkat dengan wahana Rusia. Ia sempat bekerja di U.S. Johnson Space Center setelah kembali ke Bumi.