Mochamad Praswad Nugraha, S.H., LL.M. atau dikenal sebagai Bung Praswad adalah seorang Aktivis, Pejuang Anti Korupsi, Akademisi di Bidang Hukum Pidana, dan Pakar Investigasi yang lahir di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada 8 September 1982. Praswad adalah Ketua IM57+ Institute[1] periode 2021-2024. Sebelumnya, Praswad menjabat sebagai Penyidik Senior pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).[2] Praswad juga tercatat sebagai ahli di bidang Penyelidikan dan Penyidikan dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di KPK[3] membongkar kasus-kasus mega korupsi baik di dalam maupun di luar negeri. Praswad juga dikenal sebagai mentor bagi para penyelidik dan penyidik muda KPK. Selama menjadi Penyidik KPK, Praswad banyak menangani kasus-kasus besar di bidang pertambangan dan energi, ijin perkebunan, penyelewengan dana haji, suap di bidang peradilan, suap pada penegak hukum, Operasi Tangkap Tangan terhadap Menteri, Anggota DPR, Kepala Daerah, Tindak Pidana Pencucian Uang, Pidana Korporasi, dan yang terakhir adalah kasus Bantuan Sosial (Bansos) Sembako COVID-19 di Jabodetabek pada 2020[4] yang menyeret Menteri Sosial Republik Indonesia Juliari Batubara.[5]
Mochamad Praswad Nugraha
S.H., LL.M.
Ketua IM57+ Institute
Masa jabatan 2021–2024
Penyidik Senior pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Masa jabatan 2018–2021
Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Masa jabatan 2014–2018
Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Praswad lahir 08 September 1982 di Klinik Mutiara Putri, Pahoman, di kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Praswad merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Sebelum akhirnya memutuskan kuliah di Universitas Padjadjaran, Praswad lebih banyak menghabiskan masa muda di kota kelahirannya di Bandar Lampung. Sejak SMA, Praswad punya hobi mendaki gunung. Semua gunung di Lampung pernah dia jelajahi, seperti Gunung Pesagi, Gunung Seminung, Gunung Tanggamus, Gunung Rajabasa, Gunung Betung, dll.[6] Hobi tersebut sejalan dengan kegiatan organisasi kesiswaan pencinta alam yang
diikutinya di SMA Negeri 3 Bandar Lampung, yakni Swapala Lampung (Siswa Pencinta Alam).[7] Pada organisasi Swapala Lampung ini, Praswad tercatat sebagai Anggota Tetap (yang memiliki keanggotaan seumur hidup) pemegang Slayer pada Angkatan IX Tapak Tirta. Selain Swapala, Praswad juga aktif menekuni ilmu bela diri sejak di SMA sampai dengan masa perkuliahan di Bandung yaitu pencak silat Merpati Putih, Praswad juga tercatat sebagai pemegang sabuk Kombinasi I yang dia raih saat menjalani prosesi Tradisi Merpati Putih di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta pada tahun 2003.[8] Pada saat menempuh pendidikan di Universitas Padjadjaran, selain fokus dalam mengejar prestasi di bidang akademis, Praswad juga telah kenyang memakan asam garam berkecimpung di dunia aktivis dan gerakan mahasiswa dengan menjadi Ketua Umum Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Universitas Padjadjaran masa jabatan 2004-2005. Berbagai aksi dan demonstrasi di alami oleh Praswad sejak zaman mahasiswa saat menjadi Ketua Umum LPPMD UNPAD.[9][10]
Gelar Adat
Mochamad Praswad Nugraha memiliki gelar adat Suntan Penyimbang Rajo. Dalam adat suku Lampung Pepadun, gelar Suntan Penyimbang diberikan secara turun temurun selaku gelar tertinggi pada masyarakat adat Pepadun.[11] Selain memiliki kedudukan Suntan dalam masyarakat adat Pepadun, Praswad juga memiliki kedudukan Bangsawan pada masyarakat adat Pesisir, dari Kesultanan Sekala Bekhak.
Pendidikan
Mochamad Praswad Nugraha menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada 1997-2000. Setelah lulus, dia melanjutkan kuliah di Jurusan Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi (FE), Universitas Lampung pada tahun 2000. Namun di tahun 2002, Praswad memutuskan untuk pindah haluan dan melanjutkan studi pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas Hukum (FH) di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung dan berhasil mendapatkan gelar sarjana hukum (SH) di tahun 2006. Pada tahun 2011, Praswad berhasil menjadi Awardee of Australia Award Scholarship (AUSAID) program untuk menempuh pendidikan S2 di Queensland University of Technology, Brisbane, Australia. Lewat beasiswa tersebut, Praswad berhasil menyabet gelar Master of Law (LL.M) di tahun 2012.
Sebelum menjadi penyidik KPK, Praswad juga pernah mengenyam pendidikan calon penyelidik yang digelar oleh KPK di Sekolah Intelejen Strategis dibawah Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI) pada 2007. Pendidikan tersebut kemudian mengantarnya sebagai penyelidik dan penyidik KPK selama kurun waktu 2007-2018 dan menjadi penyidik senior di KPK pada 2018-2021.
Praswad tergabung dalam angkatan Indonesia Memanggil 2 (IM-2) Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia pada program CPF yang beranggotakan 52 orang calon Penyelidik KPK yang kemudian di tempa dan dilatih pada Sekolah Intelijen Strategis, Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI di Cilendek, Bogor. Setelah lulus pendidikan sebagai calon Penyelidik KPK, Praswad kemudian diangkat sebagai Penyelidik pada Direktorat Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia selama periode tahun 2007-2014. Setelah 7 tahun sebagai Penyelidik, kemudian Praswad dilantik sebagai Penyidik pada Direktorat Penyidikan KPK sejak tahun 2014.[12] Selanjutnya Praswad tergabung dalam Satuan Tugas 19, Direktorat Penyidikan KPK, bersama-sama dengan Andre Dedy Nainggolan dan Lakso Anindito yang akhirnya turut pula disingkirkan oleh KPK di tahun 2021 melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan.[13] Selama berkarir di Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Praswad telah membongkar ratusan kasus korupsi yang antara lain melibatkan banyak pejabat negara selevel Menteri, Gubernur, Bupati, termasuk petinggi POLRI, baik kasus korupsi yang bersifat nasional, maupun kasus korupsi internasional.[14]
Peran Praswad dalam memberantas korupsi di Indonesia
Beberapa kasus korupsi yang ditangani oleh Praswad selama berkarir di KPK antara lain:
Menangkap Menteri Sosial Juliari P. Batubara yang diduga menerima suap terkait kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 yang diduga merugikan keuangan negara lebih dari Rp 6,4 triliun (Jakarta, 2020).[15]
Melaksanakan Penyelidikan dugaan korupsi akuisisi ladang minyak oleh PT. Pertamina di Aljazair (Aljazair, Afrika Utara, 2019).[16]
Menyelesaikan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan korupsi anggaran Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Timur (Surabaya, 2019).[17]
Melaksanakan Operasi Tangkap Tangan terhadap Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara (Lampung Utara, 2019)[18]
Tergabung dalam tim penangkapan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Agus Winoto yang diduga menerima suap dari oknum Penasihat Hukum (2019)[19]
Operasi Tangkap Tangan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Ketua DPRD Tulungagung Supriyono dan berhasil mengembalikan uang negara lebih dari Rp 70 miliar (2019).[20]
Operasi Tangkap Tangan Bupati Mohammad Yahya Fuad[21] dan Ketua DPRD Kabupaten Kebumen Cipto Waluyo[22] atas dugaan suap (2018).[23]
Operasi Tangkap Tangan Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat atas dugaan suap (2018).[24]
Operasi Tangkap Tangan Bupati Kepulauan Sula Sula Ahmad Hidayat Mus (2018).[25]
Menahan Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR RI atas keterlibatannya dalam kasus dugaan suap pada tahun 2016. Taufik ditengarai meminta biaya 5% dari sekitar Rp 100 miliar dana alokasi khusus (DAK) Kebumen (2018).[26]
Mengungkap kasus suap korporasi Sinar Mas Agro Resources & Technology (SMART) yang melibatkan Wakil Direktur Utama SMART Edy Saputra Suradja dan beberapa anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait perizinan perkebunan sawit dan pengolahan limbah (2018).[27]
Menyelesaikan kasus korporasi pertama di KPK dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tersangka PT Tradha (2018).[28]
Menangkap Ketua DPR RI Setya Novanto yang terlibat kasus korupsi e-KTP. Ini salah satu kasus terbesar yang pernah ditangani KPK dan mengakibatkan kerugian negara hampir Rp 2,3 triliun (2017).[29]
Tim Penangkapan Miryam S. Haryani terkait kasus korupsi e-KTP (2017).[30]
Menyelesaikan kasus suap yang melibatkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan PT Brantas Abipraya (2016).[31]
Menyelesaikan kasus korupsi yang melibatkan Menteri Agama Suryadharma Ali terkait ibadah haji (Jeddah, Mekkah, 2015).[32]
Menyelesaikan kasus suap yang melibatkan Jero Wacik, Menteri Energi Sumber Daya Alam (ESDM) Republik Indonesia (Jakarta, 2014).[33]
Melaksanakan penyidikan dan penahanan terhadap mantan gubernur Papua, Barnabas Suebu (Jakarta, 2014).[34]
Memecahkan beberapa skandal suap yang melibatkan penyidik Departemen Pajak (Jakarta, 2013).[35]
Menyelesaikan kasus korupsi pengadaan tanah (40 ha) di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh yang merugikan negara Rp 120 miliar (Sabang, Banda Aceh, 2013).[36]
Menyelesaikan kasus korupsi pembangunan jalan antara Tanjung Api Api dan Palembang (Sumatera Selatan) yang merugikan negara sekitar Rp 60 miliar (2009-2010).[37]
Melakukan penyelidikan dugaan korupsi impor minyak mentah Zatapi pada PT. Pertamina (Singapore, Kilang Minyak Cilacap, Jawa Tengah, 2009).[38]
Melakukan penyelidikan perkara dugaan korupsi di lingkungan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur, 2007-2008).[39]
Sepak terjang Praswad dalam menjaga integritas di KPK
Kiriman Bunga untuk Pimpinan KPK (2015)
Pada tanggal 3 Maret 2015 Praswad bersama seluruh pegawai KPK lainnya menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di gedung KPK.[40][41] Selanjutnya unjuk rasa ini menjadi momentum bersejarah dikarenakan aksi tersebut adalah aksi demonstrasi pegawai pertama yang pernah ada di KPK.[42][43] Didalam orasinya saat itu, Praswad menyampaikan bahwa saat itu di KPK ada oknum yang dikirim khusus untuk menciptakan hantu-hantu di dalam kepala dan benak para pegawai KPK agar menjadi takut dan tidak lagi berani menegakkan kebenaran.[44][45] Aksi Demonstrasi pertama pegawai KPK tersebut kemudian di tindak lanjuti dengan pengiriman 3 buah karangan bunga yang berisi kritik dengan nada sarkastik oleh Praswad dan para pegawai KPK lainnya dari lintas Direktorat dan Biro di lingkungan KPK. Kritik tersebut ditujukan secara khusus kepada Pimpinan KPK yang di ketuai oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, dilakukan dengan tiga karangan bunga yang dikirim sekaligus pada 4 Mei 2015 yang bertuliskan:[46][47]
1. Terima Kasih Pimpinan KPK Atas Aksi Panggungnya. Kalian Pahlawan Sinergitas. Kami Menunggu Dagelan Selanjutnya.
2. Kami Bangga Pada AS, BW, dan Novel. Kalian Orang Berani! KPK Bukan Pengecut Yang Cuma Bisa Kompromi.[48]
3. Teruntuk Pimpinan KPK, Para Pemberani Yang Selalu (Tidak) Menepati Janji.
Kepala Advokasi Wadah Pegawai (WP) KPK (2018-2021)
Praswad mengemban amanah sebagai Kepala Advokasi Wadah Pegawai (WP) KPK pada periode jabatan tahun 2018 - 2021. Dalam posisinya sebagai Ketua Advokasi, Praswad bertugas untuk memberikan pendampingan bagi pegawai yang mengalami permasalahan kode etik, memberikan advokasi kepada pegawai atas segala bentuk intimidasi dan ancaman terkait pekerjaan, dan mengawasi rancangan dan implementasi peraturan yang berdampak pada pekerjaan pegawai (termasuk menjaga independensi KPK, dll).[49][50]
Selama masa jabatannya sebagai Kepala Advokasi Wadah Pegawai KPK, Praswad menjadi salah satu tokoh kunci dari berbagai macam gerakan perlawanan yang ada di KPK, antara lain adalah:
Advokasi kasus penyiraman air keras mantan penyidik KPK Novel Baswedan dengan menggerakkan aksi di hari ke-100 hingga 1000 hari (2017-2021).[51][52]
Menggelar aksi 1000 rantai manusia mengelilingi gedung KPK untuk menolak serangan fisik terhadap pegawai fungsional KPK yang sedang menjalankan tugas di Hotel Borobudur, Jakarta (2019).[53][54]
Melakukan pembelaan dan pendampingan dalam sidang kode etik terhadap Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (2020).[55][56]
Mendampingi seluruh pegawai KPK yang di serang dan di kriminalisasi dalam melaksanakan tugas di KPK (2018-2021).
Pada era Praswad menjadi Kepala Advokasi WP KPK juga terjadi aksi demonstrasi yang tidak henti-hentinya digelar oleh para pegawai dan pimpinan KPK di depan Gedung KPK dalam rangka perlawanan besar-besaran terhadap upaya Presiden dan DPR merevisi UU KPK. Saat itu di KPK Praswad menjadi salah satu tokoh kunci dalam gerakan menolak revisi UU KPK.[57][58] Aksi demonstrasi para pegawai KPK secara simultan ini kemudian memicu para Pimpinan KPK untuk mengembalikan mandat kepada Presiden Jokowi.[59] Situasi ini kemudian memantik simpati dan menstimulan semangat reformasi dari rekan-rekan mahasiswa, NGO, aktifis, tokoh-tokoh nasional, buruh, kaum tani, serta seluruh rakyat di penjuru Indonesia. Demonstrasi masyarakat luas kemudian berkembang di Jakarta, yang kemudian memicu gerakan aksi mahasiswa seluruh Indonesia yang terbesar pasca Reformasi 1998. Selanjutnya gerakan ini kemudian dikenal sebagai Gerakan Aksi Reformasi Dikorupsi 2019.[60]Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) menyebutkan ada lima orang korban jiwa dalam aksi ini, 5 Pahlawan ReformasiDikorupsi:[61][62]
Yusuf Kardawi, mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO)
Immawan Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO)
Maulana Suryadi, pemuda dari Tanah Abang
Akbar Alamsyah, pelajar
Bagus Putra Mahendra, pelajar
Sidang Kode Etik Bansos (2021)
Praswad merupakan salah satu penyidik kunci dalam mengungkapkan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) sembako COVID-19 di Jabodetabek pada tahun 2020. Sebagai salah satu dampaknya, Praswad dikriminalisasi melakukan pelanggaran kode etik KPK dengan melakukan perundungan terhadap salah satu saksi korupsi Bansos, yaitu Agustri Yogasmara alias Yogas.[63][64] Didalam persidangan terakhir, Praswad menyampaikan orasi pembelaan terakhirnya di depan Majelis Kode Etik Dewan Pengawas KPK, “Sebesar apapun resiko penderitaan yang diterima oleh para penyidik Bansos yang telah di kriminalisasi hari itu, masih tidak ada artinya sama sekali serta tidak pernah sebanding dengan penderitaan rakyat kecil yang dicuri berasnya pada saat puncak pandemi Covid melanda Indonesia”.[65][66] Praswad akhirnya di singkirkan dari KPK melalui mekanisme TWK.[67][68]
Sekilas tentang TWK (2021)
Pada 2021, KPK menggelar Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).[69] Praswad masuk dalam daftar 57 pegawai yang disingkirkan per 30 September 2021 karena dinyatakan tidak lolos TWK.[70] Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menyatakan TWK melanggar setidak-tidaknya 11 Hak Asasi Manusia[71] yang antara lain adalah:
1. Hak Atas Keadilan dan Kepastian Hukum
2. Hak Perempuan
3. Hak Bebas dan Diskriminasi (Ras dan Etnis)
4. Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
5. Hak Atas Pekerjaan
6. Hak Atas Rasa Aman
7. Hak Atas Informasi Publik
8. Hak Atas Privasi
9. Hak untuk Berserikat dan Berkumpul
10. Hak untuk Berpartisipasi dalam Pemerintahan
11. Hak Atas Kebebasan Berpendapat
Selain itu Ombudsman Republik Indonesia juga menyatakan KPK telah melakukan Maladministrasi dalam pelaksanaan TWK yang antara lain terkait dengan tiga isu pokok, yaitu proses pembentukan kebijakan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan pada tahap penetapan hasil asesmen TWK.[72] Namun atas semua fakta TWK sebagaimana yang dinyatakan secara resmi oleh kedua lembaga negara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Ombudsman Republik Indonesia tersebut, KPK tetap bergeming dan tetap melakukan penyingkiran kepada ke 57 pegawai KPK sebagaimana dimaksud. Sampai saat ini TWK KPK masih digugat oleh IM57+ Institute ke Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta.[73][74]
Pada tahun 2021, Praswad bersama seluruh rekan-rekan 57 pegawai KPK yang menjadi korban TWK memperoleh penghargaan Tasrif Award 2021 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada perayaan HUT AJI ke-27.[75][76][77] Selain diberikan kepada 57 Pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan, penghargaan Tasrif Award 2021 juga di anugerahkan kepada LaporCovid-19.[78][79] Saat itu Dewan Juri Tasrif Award 2021 menilai bahwa 57 pegawai KPK yang telah di singkirkan secara sewenang-wenang tersebut memiliki kinerja yang selaras dengan semangat Suardi Tasrif, Bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia, dalam memperjuangkan kebebasan pers.[80][81] Tasrif Award adalah penghargaan tahunan yang diberikan oleh AJI setiap tahunnya, nama penghargaan tersebut diambil dari nama Suardi Tasrif, seorang pengacara sekaligus jurnalis besar di Indonesia yang terkenal atas kegigihannya dalam memperjuangkan kemerdekaan berpendapat dan hak konstitusional yang kemudian dikenal sebagai hak fundamental dari Hak Asasi Manusia.[82][83]
Karir setelah KPK
Praswad adalah ketua IM57+ Institute, organisasi gerakan anti korupsi yang dideklarasikan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia pada 30 September 2021.[84][85] IM57+ Institute beranggotakan 57 mantan pegawai KPK yang disingkirkan menggunakan mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dinyatakan melanggar Hak Asasi Manusia oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan telah terbukti maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia.[86][87] Masifnya serangan balik para koruptor yang ditujukan kepada KPK mencapai titik puncaknya dengan menyingkirkan para pegawai KPK melalui mekanisme TWK menjadi latar belakang lahirnya organisasi ini.[88][89] Pemecatan ke 57 orang pegawai KPK harus dilihat sebagai satu rangkaian utuh serangan balik koruptor yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun, tidak hanya berbentuk intervensi politik, tetapi juga menargetkan fisik dan non fisik terhadap pimpinan dan pegawai KPK, seperti kriminalisasi, pelemparan molotov di rumah para pegawai dan pimpinan KPK, hingga penyiraman air keras kepada salah satu pegawai KPK Novel Baswedan.[90][91]
Fokus bidang dari organisasi ini adalah investigasi independen, advokasi, riset dan pelatihan. Adapun susunan pengurusan sebagai berikut:[92][93]
1. Ketua: Mochamad Praswad Nugraha
2. Sekretaris Jenderal: Lakso Anindito
3. Bendahara: Novariza
4. Direktur Investigasi dan Riset: Iguh Sipurba
5. Direktur Akademi Anti Korupsi: Budi Agung Nugroho
6. Manajer Advokasi dan Litigasi: Rasamala Aritonang
7. Manajer Humas: Ita Khoriyah
8. Manajer Kampanye: Benydictus Siumlala Martin Sumarno
Selain itu, terdapat Investigation Board (terdiri dari para penyidik dan penyelidik senior), Law and Strategic Research Board (beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior), serta Education and Training Board (terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan training anti korupsi).[95] Organisasi ini diharapkan mampu berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan anti korupsi.[96] Saat ini, IM57+ Institute berkantor di gedung yang sama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta Pusat.[97]
Selain 57 pegawai itu, ada pula seorang pegawai KPK yang juga ikut dipecat setelah menyusul TWK pada 20 September 2021, yakni Penyidik Lakso Anindito S.H., LL.M. yang baru saja pulang dari menyelesaikan program LL.M di Lund University , Swedia, sehingga total pegawai KPK yang disingkirkan adalah sebanyak 58 orang.[98][99]
Berikut daftar 57 pegawai KPK yang dipecat pada 30 September 2021:[100][101]