Setan[a] adalah makhluk dalam agama Samawi yang menggoda manusia untuk berbuat jahat. Pada awalnya, istilah "setan" digunakan sebagai julukan untuk berbagai entitas yang menantang kepercayaan iman manusia di dalam Alkitab Ibrani. Sejak saat itu, agama-agama Samawi menggunakan istilah "Satan" sebagai nama untuk Iblis. Di dalam bahasa Indonesia, istilah Satan berbeda maknanya dengan "setan". "Satan" (huruf besar) lebih condong kepada sang Iblis (diabolos), sedangkan "setan" (huruf kecil) lebih mengacu kepada roh-roh jahat (daemon). Perubahan makna itu terjadi karena setan tidak diterjemahkan langsung dari bahasa Ibrani, melainkan melalui bahasa Arab, sehingga terjadi pergeseran makna.
Tokoh yang dikenal sebagai "setan" pertama kali muncul dalam Tanakh sebagai seorang penuntut surgawi dan salah satu Anak-anak Allah yang tunduk kepada Yahweh. Ia menuntut bangsa Yehuda dalam pengadilan surgawi dan menguji kesetiaan para pengikut Yahweh dengan membuat mereka menderita. Selama periode intertestamental, setan berubah menjadi makhluk jahat dengan sifat-sifat yang amat mengerikan dan berlawanan dengan Tuhan (kemungkinan akibat pengaruh dari tokoh Angra Mainyu dalam agama Zoroastrianisme). Dalam apokrifaKitab Yobel, Yahweh memberikan wewenang atas malaikat yang telah jatuh kepada Mastema untuk menggoda manusia agar mereka berbuat dosa, dan juga untuk menghukum mereka. Dalam Injil Sinoptik, Satan mencobai Yesus di gurun dan dianggap sebagai penyebab penyakit. Dalam Kitab Wahyu, Satan muncul sebagai naga merah besar yang dikalahkan oleh Malaikat Mikael dan dilempar dari surga. Ia kemudian terikat seribu tahun lamanya, tetapi sempat bebas sebelum akhirnya dikalahkan dan dilempar ke lautan api.
Dalam agama Kristen, Satan juga dikenal dengan sebutan Iblis. Walaupun Kitab Kejadian tidak menyebutkan namanya secara langsung, ia sering kali dianggap sebagai ular di Taman Eden. Pada abad pertengahan, Satan tidak memiliki peranan yang besar dalam teologi Kristen dan digunakan sebagai selingan lucu dalam sandiwara misteri. Pada periode modern awal, peran Satan menjadi semakin penting akibat tersebarnya kepercayaan akan kerasukan setan dan sihir. Pada Abad Pencerahan, kepercayaan akan keberadaan Satan dikritik habis-habisan. Walaupun begitu, kepercayaan akan Satan masih tetap ada, khususnya di Amerika. Sementara itu, dalam Al Quran, Iblis adalah makhluk yang terbuat dari api dan diusir dari surga karena ia menolak bersujud kepada Adam, dan ia juga membuat manusia berbuat dosa dengan menyusupi waswās ("pikiran jahat") ke dalam benak manusia.
Dalam kepercayaan Setanisme Teistik, Satan dianggap sebagai dewa yang dipuja atau dihormati. Dalam Setanisme LaVeyan, Satan adalah simbol kebajikan dan kebebasan.[3][4] Penampilan luar Satan tidak pernah dideskripsikan di dalam Alkitab, tetapi semenjak abad ke-19 ia sering kali muncul dalam seni Kristen dengan tanduk, telapuk, kaki yang memiliki rambut tebal, dan juga ekor; ia juga sering kali telanjang dan memegang garpu rumput. Penggambaran ini merupakan perpaduan dari penampilan berbagai dewa pagan, termasuk Pan, Poseidon, dan Bes. Satan juga acap kali muncul dalam sastra Kristen, khususnya dalam buku Inferno karya Dante Alighieri. Satan sendiri hingga kini masih sering muncul dalam film, acara televisi, dan musikseperti Santo Nikolas seperti Sinterklas.
Pemahaman Yahudi
Pada awalnya istilah "setan" dalam Kitab-Kitab Yahudi hanya digunakan sebagai kata yang bermakna "lawan" atau "penuduh", beberapanya dapat dilihat pada ayat (1 Samuel 29:4) di mana Panglima Bangsa Philistine takut bilamana Daud akan menjadi שָׂטָ֣ן "Setan" (Lawan) mereka. Pada Kitab (Bilangan 22:22) Tuhan mengirimkan malaikat untuk menjadi שָׂטָ֣ן "Setan" (Lawan) atas Bileam yang ikut pergi bersama orang-orang Moab yang berniat menyerang bangsa Israel.
Kata "setan" baru secara perlahan-lahan berubah maknanya menjadi "makhluk ghaib jahat" setelah agama Yahudi menyerap paham dualisme dari agama Zoroastrianisme di saat Israel dikontrol oleh Persia pada tahun 539-332 SM.[5][6] Sebelum saat itu, agama Yahudi mempercayai bahwa segala hal yang baik maupun buruk seluruhnya berasal dari Tuhan.[7] Namun ini menimbulkan polemik dan pertanyaan dasar akan teodisi. Bagaimana Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tega membiarkan kejahatan dan penderitaan ada. Para pemuka Yahudi pun mendapatkan solusinya setelah mereka menemukan sosok Angra Mainyu di dalam ajaran agama Zoroastrianisme. Angra Mainyu atau dikenal juga sebagai Ahriman adalah suatu entitas jahat yang terpisah dari Ahura Mazda, sosok Tuhan dan sumber dari segala kebaikan pada ajaran agama Zoroastrianisme.[8] Konsep inilah yang kemudian menjadi pondasi terbentuknya sosok setan sebagaimana yang dikenal sekarang.[6]
Pada kitab Ayub, kata "Setan" beralih menjadi tokoh yang mempunyai peran seperti jaksa penuntut dalam peradilanlangit.[9] Setan menilai ketaatan Ayub yang dipuji-puji oleh Tuhan hanya karena Ayub selalu di-anak-emaskan Tuhan. Tuhan pun mengizinkan Setan agar dirinya menguji Ayub dengan merenggut harta miliknya Ayub asalkan ia tidak mencelakai Ayub. Setan pun melakukan seperti kata Tuhan, namun Ayub tetap taat kepada Tuhan. Di saat Tuhan kembali memuji-muji Ayub, Setan menawarkan tantangan lain. Setan yakin bila Ayub terluka secara fisik maka ia akan berpaling dari Tuhan. Tuhan pun mengizinkan Setan untuk mencelakai Ayub asalkan ia tidak membunuhnya. Namun Ayub tetap kuat ketaatannya pada Tuhan. Setelahnya Setan pun menghilang dari cerita ini.[10] Menurut T.J. Wray dan Gregory Mobely, Ayub pada cerita ini adalah bentuk simbolik yang mewakili bangsa Israel yang telah mengalami berbagai penderitaan, seperti kehancuran Yerusalem dan deportasi pada masa Babilonia. Pada pencitraan ini setan belum sepenuhnya jahat dan hanya menjalankan tugasnya sebagai jaksa penuntut dibawah kewenangan Tuhan.[5]
Bentuk final dari Setan pada Perjanjian lama dapat ditemukan pada Kitab 1 Tawarikh, yang merupakan salah satu dari kitab-kitab suci Yahudi terakhir yang ditulis (pada sekitar tahun 300 SM). Kitab 1 Tawarikh menceritakan kembali kisah Daud yang sebelumnya telah ditulis pada Kitab 2 Samuel. Di dalam (2 Samuel 24), Tuhan yang marah mendorong Daud untuk melakukan sensus pada rakyat di Kerajaannya, namun pada kitab (1 Tawarikh 21:1) dikatakan bahwa Daud melakukan sensus karena dihasut oleh Setan. Pada saat ini Setan yang awalnya hanyalah sebuah istilah sederhana untuk mendeskripsikan segala jenis "lawan" atau "musuh", ntah dia itu manusia atau malaikat, akhirnya tumbuh menjadi sosok sumber kedengkian atau kejahatan. Konsep akan Setan ini terus berkembang di luar kitab-kitab utama Yahudi, periode yang kemudian dikenal sebagai intartestamental.[6]
Dalam agama Kristen, Setan juga dikenal dengan sebutan Diabolos (διάβολος) yang mana kemudian diserap ke dalam bahasa arab menjadi Iblis melalui perantara Bahasa Suryani.[11] Setan dianggap sama dengan Ular pada (Kejadian 3) yang dilaknat Tuhan sehingga berjalan secara menjalar selamanya karena telah menyesatkan Hawa untuk memetik buah dari Pohon Pengetahuan Tentang Yang Baik Dan Buruk.[12][13]
Nama
Nama umum dari "Setan" dalam AlkitabKristen adalah "Iblis". Dalam bahasa Inggris digunakan kata "devil" yang diturunkan dari kata bahasa Inggris Pertengahandevel, dari bahasa Inggris Kunodēofol, yang diambil dari istilah Germanik awal pinjaman dari kata bahasa Latindiabolus, yang sebenarnya berasal dari bahasa Yunanidiabolos "pemfitnah (slanderer)", dari diaballein "to slander", "memfitnah": dia- "melalui" + ballein "menggulung".[14] Dalam Perjanjian Baru, kata satan dan diabolos digunakan bergantian sebagai sinonim.[15][16]Beelzebub, artinya "Dewa Lalat", adalah nama hinaan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Baru untuk sesosok dewa Filistin yang nama asalnya mungkin adalah "Ba'al Zabul", artinya "Baal si pangeran".[17] Kitab-kitab Injil Sinoptik mengidentifikasi Setan dan Beelzebub sebagai tokoh yang sama.[15] Nama Abaddon (artinya "tempat kebinasaan") digunakan enam kali dalam Perjanjian Lama, terutama sebagai nama daerah dalam Sheol.[18]Wahyu 9:11 menggambarkan Abaddon, yang namanya diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani sebagai Apollyon, artinya "si pembinasa", sebagai sesosok malaikat yang memerintah Abyss.[19] Dalam penggunaan modern, Abaddon sering disamakan dengan Setan.[18]
Asal-usul
Menurut doktrin Kristen Trinitarian, pada mulanya, Setan adalah malaikat Tuhan yang bernama Lucifer. Istilah “malaikat” berarti “utusan.” Semua malaikat diciptakan oleh Tuhan. Kolose 1:16 mengatakan: “Karena di dalam Dia-lah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Lucifer diciptakan dengan keindahan yang sempurna sehingga ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling cantik. Ia dipenuhi hikmat sehingga ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang terpandai. Dari seluruh malaikat yang ada di Surga, Lucifer-lah yang paling pintar, cantik dan berkuasa. Yehezkiel 28:12 mencatat: “…..gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah.” Walaupun malaikat adalah makhluk yang indah dan berkuasa, namun mereka tidak boleh disembah karena malaikat adalah makhluk ciptaan Tuhan. Hanya Tuhan, Sang Pencipta saja yang patut disembah.
Kata Satan (dengan huruf besar) hanya digunakan dua kali di dalam Alkitab Terjemahan Baru (Wahyu12:9, 20:2) untuk akar kata YunaniSatanas yang diterjemahkan menjadi "Iblis" di 34 tempat yang lain di Alkitab.[20][21] Oleh karena itu sinonim "Satan" yang terdekat di dalam bahasa Indonesia adalah "Iblis".
Lucifer dan Beelzebul adalah dua nama lain yang disebut di dalam Alkitab yang sering kali dikaitkan dengan Satan. Nama "Lucifer" di dalam teologi Kristen diidentifikasikan dengan "putera Fajar" di dalam Yesaya14:12 yang dikaitkan dengan "pemfitnah" dalam bagian lain di Perjanjian Lama. Beelzebub atau Beelzebub adalah nama dewa orang Filistin (lebih tepatnya sejenis Baal, dari kata Ba‘al Zebûb, yang artinya "Dewa Lalat") dan juga digunakan di Perjanjian Baru sebagai sinonim untuk Satan.
Selain itu Satan juga digambarkan sebagai ular dan naga (ular naga) dan banyak lagi. Di dalam kisah Kejadian, Satan diidentifikasikan sebagai ular yang membujuk Hawa untuk memakan Buah Pengetahuan yang Baik dan yang Benar. Wahyu20:2 menyebut bahwa "si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan."
Menurut ajaran Islam, kata setan pada dasarnya memiliki arti sebagai kata sifat, yang bisa digunakan kepada makhluk dari golongan jin, manusia, dan hewan. Kemudian Ibnu Katsir menyatakan pula, bahwa setan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan.[22]
...dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An’am: 112)
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin, dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan.[23]
Pemahaman Bahá'í
Dalam agama Bahá'í, Satan tidak dianggap sebagai kekuatan jahat yang bergerak sendiri seperti dalam agama-agama lainnya,[24][25] tetapi dipandang sebagai kodrat yang lebih rendah pada manusia.[24][25]`Abdu'l-Bahá menjelaskan: "Kodrat yang lebih rendah pada manusia ini dilambangkan sebagai Satan - ego jahat di dalam diri kita, bukan kepribadian jahat di luar."[24][25] Roh-roh jahat lain yang diimani oleh kepercayaan-kepercayaan lainnya (seperti jin) juga dianggap sebagai metafor sifat yang dimiliki dan ditunjukkan oleh manusia saat ia berpaling dari Tuhan.[26] Sementara itu, tindakan-tindakan yang digambarkan sebagai tindakan "kesetanan" dalam naskah-naskah Bahá'í mengacu kepada perbuatan manusia yang disebabkan oleh hasrat-hasrat yang mementingkan dirinya sendiri.[27]
^Contemporary Religious Satanisim: A Critical Reader, Jesper Aagaard Petersen – 2009
^Who's ? Right: Mankind, Religions and the End Times, hlm. 35, Kelly Warman-Stallings – 2012
^ abGregory, Mobley (2005). The Birth of Satan: Tracing the Devil’s Biblical Roots. St. Martin's Press.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Basharin, Pavel V. (April 1, 2018). "The Problem of Free Will and Predestination in the Light of Satan's Justification in Early Sufism". English Language Notes. Durham, North Carolina: Duke University Press. 56 (1): 119–138. doi:10.1215/00138282-4337480.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Caldwell, William. "The Doctrine of Satan: I. In the Old Testament", The Biblical World, Vol. 41, No. 1 (Jan., 1913), pp. 29–33 in JSTOR
Caldwell, William. "The Doctrine of Satan: II. Satan in Extra-Biblical Apocalyptical Literature", The Biblical World, Vol. 41, No. 2 (Feb., 1913), pp. 98–102 in JSTOR
Caldwell, William. "The Doctrine of Satan: III. In the New Testament", The Biblical World, Vol. 41, No. 3 (Mar., 1913), pp. 167–172 in JSTOR
Davies, Douglas J. (2010). Fallen Joseph Smith, Jesus, and Satanic Opposition: Atonement, Evil and the Mormon Vision. University of Durham, UK. ISBN978-1-4094-0830-7.
Levack, Brian P. (2015), "54. Johann Weyer: the Possession of the Nuns at Wertet, 1550", The Witchcraft Sourcebook, New York City, New York and London, England: Routledge, ISBN978-1138774971
Osborne, B. A. E. "Peter: Stumbling-Block and Satan," Novum Testamentum, Vol. 15, Fasc. 3 (Jul., 1973), pp. 187–190 in JSTOR on "Get thee behind me, Satan!"
Rebhorn Wayne A. "The Humanist Tradition and Milton's Satan: The Conservative as Revolutionary," Studies in English Literature, 1500–1900, Vol. 13, No. 1, The English Renaissance (Winter, 1973), pp. 81–93 in JSTOR