"The Vladimir Putin Interview" adalah wawancara televisi yang dipandu oleh jurnalis dan komentator politik Amerika Serikat, Tucker Carlson, dengan Presiden RusiaVladimir Putin. Tayang perdana pada 8 Februari 2024, di Tucker Carlson Network dan situs web media sosial X (Twitter). Ini adalah wawancara pertama dengan Putin yang diberikan kepada jurnalis Barat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Dalam tiga hari pertama, wawancara tersebut ditonton sebanyak 14 juta kali di YouTube dan 185 juta kali di X.[1][2]
Latar belakang
Tucker Carlson adalah seorang jurnalis dan komentator politik Amerika Serikat yang dikenal karena mempromosikan teori konspirasi.[3] Carlson mengatakan sebelum wawancara bahwa "Kami di sini bukan karena kami mencintai Vladimir Putin. Kami di sini karena kami mencintai Amerika Serikat.",[4] tetapi dia sering membela Putin dan mempromosikan disinformasi pro-Rusia tentang invasi Rusia ke Ukraina,[5][6] termasuk teori konspirasi senjata biologis Ukraina.[7] Dari tahun 2016 hingga 2023, Carlson menjadi pembawa acara program Fox NewsTucker Carlson Tonight, acara bincang-bincang yang mengkritik Ukraina, seperti mendeskripsikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai "diktator". Pada bulan April 2023, Carlson dipecat dari Fox News. Dia kemudian mendirikan Tucker on X, sebuah acara bincang-bincang di X. Episode pertama mengaitkan penghancuran Bendungan Kakhovka dengan Ukraina.[8]
Putin telah memberlakukan pembatasan kebebasan pers di Rusia. Pada Maret 2023, pemerintah Rusia memenjarakan seorang jurnalis Amerika, Evan Gershkovich dari The Wall Street Journal, dengan tuduhan spionase. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Putin tidak pernah mengizinkan wawancara dengan jurnalis Barat mana pun.[9] Sekretaris Pers Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Carlson diizinkan untuk diwawancarai karena "posisinya berbeda" dengan mengatakan, "Dia tidak pro-Rusia, tidak pro-Ukraina, dia pro-Amerika. Hal ini sangat kontras dengan sikap media tradisional Anglo-Saxon."[10]
Produksi
Menurut Izvestia, Carlson tiba di Moskow pada tanggal 3 Februari.[11] Kehadirannya dilaporkan oleh media pemerintah Rusia, yang berspekulasi bahwa Carlson mungkin berada di negara itu untuk mewawancarai Putin. Carlson muncul di Teater Bolshoi untuk menghadiri pertunjukan balet Spartacus.[12] Menurut sekretaris pers Putin, Dmitry Peskov, wawancara tersebut terjadi pada tanggal 6 Februari.[9]
Rangkuman wawancara
Wawancara dimulai dengan Carlson yang bertanya kepada Putin mengapa ia memerintahkan invasi ke Ukraina. Putin menjawab dengan "kuliah sejarah" yang berlangsung sekitar tiga puluh menit, memberikan visinya tentang sejarah Eropa Timur sejak berdirinya Kievan Rus pada abad ke-9.[13] Dia mengatakan bahwa Kadipaten Agung Lituania sebenarnya adalah pemerintahan "Rusia-Lituania."[14] Dia menyebut Ukraina sebagai "negara buatan" dan menyatakan bahwa wilayah selatan dan timur Ukraina "tidak memiliki hubungan historis" dengannya.[15] Putin juga berpendapat bahwa Polandia "berkolaborasi dengan Hitler" sebelum diinvasi oleh Jerman Nazi dan Uni Soviet pada tahun 1939.[15] Dia mengatakan bahwa Polandia memprovokasi Jerman Nazi untuk menginvasi, karena Polandia "bertindak terlalu jauh" dengan menolak permintaan Hitler atas wilayah Polandia.[15]
Putin mengulangi beberapa pernyataan yang dibuatnya dalam pidatonya saat mengumumkan invasi: bahwa Revolusi Ukraina 2014 adalah "kudeta" yang didukung oleh Barat, bahwa Ukraina memulai Perang Donbas, bahwa pemerintah Ukraina memiliki hubungan dengan neo-Nazi, dan bahwa NATO akan mengancam Rusia melalui Ukraina.[16][17]
Ketika ditanya apakah Rusia telah mencapai tujuan perangnya, Putin menjawab: "Tidak. Kami belum mencapai tujuan kami karena salah satunya adalah denazifikasi". Ketika Carlson bertanya apakah Putin akan "puas" dengan wilayah yang saat ini diduduki Rusia, Putin mengelak dari pertanyaan tersebut dan merujuk pada jawaban sebelumnya.[18] Putin mengatakan bahwa Ukraina dan sekutunya tidak akan berhasil memberikan "kekalahan strategis" kepada Rusia.[17] Dia memperkirakan bahwa jika Amerika Serikat berhenti memasok persenjataan kepada Ukraina, perang akan "berakhir dalam beberapa minggu".[19]
Putin menyampaikan kepada Carlson bahwa Rusia tidak berniat menyerang anggota NATO Polandia atau Latvia, kecuali jika mereka menyerang Rusia.[20]
Di akhir wawancara, Carlson bertanya apakah Putin akan membebaskan Evan Gershkovich, seorang jurnalis Amerika yang ditahan di Rusia atas tuduhan spionase, sebagai tindakan yang menunjukkan niat baik. Putin menyatakan bahwa ia bersedia menukar Gershkovich dengan seorang "patriot" Rusia yang telah "menghabisi seorang bandit" di ibu kota Eropa. Hal ini tampaknya menegaskan bahwa Rusia menuntut pertukaran tahanan dengan Vadim Krasikov, tersangka agen intelijen Rusia yang membunuh seorang separatis Chechnya di Berlin pada 2019.[16][22]
Reaksi
Mantan perwakilan AS Adam Kinzinger menyebut Carlson sebagai "pengkhianat", sementara perwakilan Marjorie Taylor Greene memuji keputusan Carlson.[9] Mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menggambarkan Carlson sebagai "orang bodoh yang berguna"; frasa ini secara keliru dikaitkan dengan Vladimir Lenin, pemimpin pertama Uni Soviet. Di MSNBC, Clinton melanjutkan kritiknya terhadap Carlson dengan menyatakan bahwa ada individu yang berperan sebagai "kolom kelima" untuk Putin, yang merujuk pada Carlson.[23][24]
Kematian kritikus terkemuka Kremlin Alexei Navalny di penjara Rusia beberapa hari setelah wawancara tersebut memicu gelombang kritik baru untuk Carlson. Liz Cheney menyebut Carlson sebagai "orang bodoh yang berguna bagi Putin."[25][26]
Guy Verhofstadt, Perdana Menteri Belgia dari tahun 1999 hingga 2008, menulis bahwa Uni Eropa (UE) harus mempertimbangkan untuk memberikan larangan perjalanan kepada Carlson jika ia memperkuat pesan Putin. Peter Stano, juru bicara Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell, menyatakan bahwa Uni Eropa tidak mempertimbangkan sanksi terhadap Carlson, meskipun ada desas-desus dari Elon Musk dan individu lainnya.[27]