Kabéh jalema lahir merdéka jeung boga martabat ogéh hak-hak anu sarua. Nyana dibéré akal jeung haté nurani jeung kuduna silih gaul dina semanget deduluran.
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Perhatian: untuk penilai, halaman pembicaraan artikel ini telah diisi sehingga penilaian akan berkonflik dengan isi sebelumnya. Harap salin kode dibawah ini sebelum menilai.
Hal yang melatar belakangi penelitian Hari Sakti (2018) yaitu keunikan variasi bahasa Sunda yang digunakan di kecamatan Jasinga, ditambah dengan letak Jasinga yang berbatasan langsung dengan provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemetaan bahasa Sunda di kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Objek penelitiannya adalah masyarakat kecamatan Jasinga. Masalah yang dikaji adalah pemetaan bahasa Sunda di kecamatan Jasinga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat banyak etima, sehingga dapat dikatakan terdapat variasi dialek di kecamatan Jasinga. Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan adanya gejala perubahan suara yang disebut aperesis, prostesis, sinkop, paragog, dan entesis. Gejala bahasa yang dominan dalam konteks etimologi adalah pasangan minimal.[5]
Distribusi geografis
Masyarakat Kecamatan Jasinga menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
Karena letak Jasinga yang berbatasan langsung dengan provinsi Banten, tidak dapat dipungkiri bahwa persebaran bahasa Sunda dialek Banten juga tersebar di kecamatan Jasinga. Teori-teori yang diuraikan di atas digunakan untuk mempelajari variasi bahasa Sunda Banten di kecamatan Jasinga.[6]
Instrumen yang digunakan dalam penelitian oleh Hari Sakti adalah formulir daftar pertanyaan. Kuesioner ini berisi 249 kosakata, termasuk 200 kosakata dasar Swadesh, 40 kosakata budaya dasar untuk bagian tubuh, dan 9 kosakata budaya dasar untuk kata ganti, sapaan, dan rujukan.[7]