Barombai merupakan salah satu sastra lisan yang ada di daerah Sawahlunto Sijunjung. Jika dilihat dari bentunya Barombai berbentuk berbalas pantun yang dilakukan oleh kaum wanita di tengah sawah pada saat acara turun ke sawah, sambil mencangkul tanah di sawah. Dahulunya Barombai ini dilakukan oleh wanita untuk mencangkul sawah seseorang disebut juga dengan sistem bertobo, yaitu mengerjakan sawah secara bergotong royong. Di sana para kaum wanita mencangkul sawah bersama-sama dengan berbalas pantun yaitu mengeluarkan isi hati mereka. Barombai ini dahulunya juga menjadi ajang perjodohan dan mendapatkan jodoh, dan juga sebagai ajang mengeluarkan keluh kesah yang ada pada diri mereka masing-masing dengan dikeluarkan berbentuk pantun, dan juga sebagai ajang hiburan pelepas penat mereka bekerja. Kaum laki-laki bekerja membuat pematang sawah. setelah pekerjaan mereka selesa mereka melakukan makan bajamba, yang makanannya telah mereka bawa dengan bakul dari rumah masing-masing. Dengan Barombai mereka merasa pekerjaan mereka terasa lebih ringan dan cepat selesai.[1]
Akan tetapi pada saat sekarang ini kita tidak dapat melihat tradisi lisan Barombai ini lagi. Karena memang tidak ada lagi masyarakat yang melakukan tradisi lisan ini lagi. Pada awal perkembangannya tradisi lisan Barombai ini berubah menjadi seni pertunjukan. Tranformasi ini terjadi karena, motivasi masyarakat Padang Laweh untuk membangkitkan tradisi ini kembali menjadi seni pertunjukan, sehingga kini terdapat satu kelompok pertunjukan Barombai yang berada di Kanagarian Padang Laweh.
pertunjukan ini dilakukan oleh para wanita dengan jumlah 20 sampai 25 orang . Beberapa orang penampil berfungsi ganda, yaitu berfungsi sebagai penampil penyaji dan pengubah. di dalam penampilan ini terdapat beberapa pembagian peran yaitu.
Pertama, sebagai penyanyi atau pendendang solo berjumlah empat orang. Kedua, sebagai pemusik dan pemain alat musik berjumlah delapan orang, dan ketiga, sebagai penyanyi koor, yang anggotanya sisa dari pendendang solo dan pemain alat musi. ketiga peran ini tidak bisa ditukarkan, sebab tidak semua bisa mahir dengan ketiga peran tersebut.
Pemain memegang cangkul kecuali pemain musik. Cangkul tersebut terbuat dari kayu dan tripleks. Alat musik yang digunakan adalah talempong sebanyak enam buah, canang dua buah, dan gendang kecil dua buah. Selain itu penampil memekai baju kurung hitam dengan kain jao ( sarung jawa) yang sama coraknya dengan salendang.
Pertunjukan Barombai dilakukan di mana saja, asalkan pemain dapat dengan leluasa melakukan gerakkan-gerakan. Tanah lapang adalah tempat yang tepat untuk melakukan pertunjukan ini, pentas dan panggung juga bisa menjadi alternatif. pertunjukan dilakukan di malam hari biasanya setelah sholat isya.
Referensi
- ^ Amir, Adriyeti dkk (2006). Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas Universiti Press. ISBN 979-1097-08-9.