Gempa menyebabkan kerusakan parah hingga sembilan puluh persen rumah-rumah di Kabupaten Buleleng dan menyebabkan kehancuran total di Kecamatan Seririt, di mana sebuah bangunan sekolah runtuh dan setidaknya 200 siswa terjebak.[4][5] 573 orang diyakini telah meninggal sebagai akibat dari gempa bumi tersebut, setidaknya 544 di Kabupaten Buleleng, 24 di Jembrana dan 5 di Tabanan.[6] Empat ribu lainnya menderita luka-luka dan sekitar 450.000 menjadi tunawisma.[7][8][9]
Gempa bumi mematikan terjadi di Bali setiap 30 hingga 50 tahun sekali, seperti pada peristiwa tahun 1815, 1857 1917, 1976, dan 1979. Bali terletak di zona perbatasan konvargen antara Lempeng Australia dan Lempeng Sunda, terdapat Sesar Naik Busur Belakang Flores di utara Bali, sehingga membuat Pulau Bali menjadi salah satu wilayah gempa bumi tertinggi di Indonesia.
Dampak
Hari pertama setelah gempa, media internasional meliput, dimana 200 anak-anak dilaporkan terjebak akibat runtuhnya gedung sekolah di Seririt, Buleleng; sepuluh jenazah anak-anak ditemukan pada hari terjadinya guncangan gempa, dan enam jenazah lainnya dilaporkan ditemukan pada hari-hari berikutnya. Lebih dari 60 siswa tewas dalam runtuhnya gedung sekolah tersebut.[10]
Satu-satunya vihara Buddha di Bali, Brahma Vihara Arama di desa Banjar 4 km (2,5 mil) dari Seririt, rusak parah.