Asahan merupakan kabupaten pertama di Indonesia yang membentuk lembaga pengawas pelayanan umum bernama Ombudsman Daerah Asahan, melalui SK Bupati Asahan Nomor: 419-Huk/Tahun 2004, tanggal 20 Oktober 2004. Di era kolonial, wilayah ini disebut sebagai Assaban oleh orang Eropa. Pada tahun 2021, penduduk Kabupaten Asahan sebanyak 777.626 jiwa.[8]
Awal dari sejarah Asahan dapat dikatakan bermula dari perjalanan sultan Aceh, Sultan Iskandar Muda, ke Johor dan Malaka pada 1612. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan hulu sungai, yang kemudian dinamakan "Asahan". Perjalanan dilanjutkan ke sebuah “Tanjung” yang merupakan pertemuan antara sungai Asahan dengan sungai Silau, kemudian bertemu dengan Raja Simargolang. Di tempat itu juga, Sultan Iskandar Muda mendirikan pelataran sebagai “balai” untuk tempat menghadap, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah yang cukup pesat sebagai pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka membuatnya semakin dikenal dengan nama “Tanjung Balai”.[9]
Dari perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang puteri Raja Simargolang lahirlah putera yang bernama Abdul Jalil yang menjadi cikal bakal dari kesultanan Asahan. Abdul Jalil dinobatkan menjadi Sultan Asahan I. Pemerintahan kesultanan Asahan dimulai tahun 1630 sejak dilantiknya Sultan Asahan yang I s.d. XI. Dalam pemerintahan daerah Asahan, pemerintahan juga dilaksanakan oleh datuk-datuk di wilayah Batu Bara dan kemungkinan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Pada 22 September 1865, kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda. Sejak itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda. Kekuasaan pemerintahan Belanda di Asahan/Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler, yang diperkuat dengan Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867, Nomor 2 tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan pembagian wilayah pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
Onder Afdeling Batu Bara
Onder Afdeling Asahan
Onder Afdeling Labuhan Batu.
Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan Datuk-Datuk di wilayah Batu Bara tetap diakui oleh Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana sebelumnya. Wilayah pemerintahan Kesultanan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik yaitu:
Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang.
Distrik Kisaran.
Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge.
Sedangkan wilayah pemerintahan Datuk-datuk di Batu Bara dibagi menjadi wilayah Self Bestuur yaitu:
Self Bestuur Indrapura
Self Bestuur Lima Puluh
Self Bestuur Pesisir
Self Bestuur Suku Dua (Bogak dan Lima Laras).
Pemerintahan Belanda berhasil ditundukkan Jepang (tanggal 13 Maret 1942), sejak saat itu Pemerintahan Fasisme Jepang disusun menggantikan Pemerintahan Belanda. Pemerintahan Fasisme Jepang dipimpin oleh Letnan T. Jamada dengan struktur pemerintahan Belanda yaitu Asahan Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu Batu bara. Selain itu, wilayah yang lebih kecil di bagi menjadi Distrik yaitu Distrik Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang. Pemerintahan Fasisme Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamirkan.
Sesuai dengan perkembangan Ketatanegaraan Republik Indonesia, maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah Asahan dibentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang diselenggarakan oleh Jepang sudah tidak ada lagi, tapi pemerintahan Kesultanan dan pemerintahan Fuku Bunsyu di Batu Bara masih tetap ada.[butuh rujukan] Pada tanggal 15 Maret 1946, wilayah Asahan menjadi bagian dari struktur pemerintahan Republik Indonesia. Abdullah Eteng ditetapkan sebagai kepala wilayah dengan dibantu oleh Sori Harahap sebagai wakil kepala wilayah.[10] Wilayah Asahan dibagi atas 5 (lima) Kewedanan, yaitu:
Kewedanan Tanjung Balai
Kewedanan Kisaran
Kewedanan Batubara Utara
Kewedanan Batubara Selatan
Kewedanan Bandar Pulau.
Kemudian setiap tahun tanggal 15 Maret diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Asahan. Pada Konferensi Pamong Praja se-Keresidenan Sumatra Timur pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu:
Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten Asahan
Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan sebutan Bupati
Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan sebutan Patih
Berdasarkan keputusan DPRD-GR Tk. II Asahan No. 3/DPR-GR/1963 Tanggal 16 Februari 1963 diusulkan ibukota Kabupaten Asahan dipindahkan dari Kotamadya Tanjung Balai ke kota Kisaran dengan alasan supaya Kotamadya Tanjung Balai lebih dapat mengembangkan diri dan juga letak Kota Kisaran lebih strategis untuk wilayah Asahan. Hal ini baru teralisasi pada tanggal 20 Mei 1968 yang diperkuat dengan peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 1980, Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 28, Tambahan Negara Nomor 3166.
Pada 1982, Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982, Lembaran Negara Nomor 26 Tahun 1982. Dengan adanya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986 dibentuk Wilayah Kerja Pembantu Bupati Asahan dengan 3 (tiga) wilayah Pembantu Asahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 1981 dan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1983 tentang Pembentukan, Penyatuan, Pemecahan dan Penghapusan Desa di Daerah Tingkat II Asahan telah dibentuk 40 ( empat puluh) Desa Persiapan dan Kelurahan Persiapan sebanyak 15 (lima belas) yang tersebar dibeberapa Kecamatan, yang peresmian pendefinitifan-nya dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara pada tanggal 20 Februari 1997, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 146/2622/SK/Tahun 1996 tanggal 7 Agustus 1996.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 138/ 814.K/Tahun 1993 tanggal 5 Maret 1993 telah dibentuk Perwakilan Kecamatan di 3 (tiga) Kecamatan, masingmasing sebagai berikut :
Perwakilan Kecamatan Sei Suka di Kecamatan Air Putih
Perwakilan Kecamatan Sei Balai di Kecamatan Tanjung Tiram
Perwakilan Kecamatan Aek Kuasan di Kecamatan Pulau Rakyat
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Asahan no. 323 tanggal 20 September 2000 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan no. 28 tanggal 19 September 2000 telah menetapkan tiga kecamatan perwakilan yaitu Kecamatan Sei Suka, Aek Kuasan dan Sei Balai menjadi kecamatan yang Definitif. Kemudian berdasarkan Peraturan Bupati Asahan Nomor 9 Tahun 2006 tanggal 30 Oktober 2006 dibentuk 5 (lima ) desa baru hasil pemekaran yaitu :
Desa Mekar Sari, pemekaran dari desa Pulau Rakyat Tua, Kec. Pulau Rakyat
Desa Sipaku Area, pemekaran dari desa Simpang Empat, kec. Simpang Empat
Desa Sentang, pemekaran dari desa Lima Laras, kec. Tanjung Tiram
Desa Suka Ramai, pemekaran dari desa Limau Sundai, kec. Air Putih.
Pada pertengahan tahun 2007, berdasarkan Undang-undang RI Nomor 5 tahun 2007 tanggal 15 Juni 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Asahan dan Batu Bara. Wilayah Asahan terdiri atas 13 kecamatan sedangkan Batu Bara 7 kecamatan.
Pada 15 Juni 2007, juga dikeluarkan keputusan Bupati Asahan Nomor 196-Pem/2007 mengenai penetapan Desa Air Putih, Suka Makmur dan Desa Gajah masuk dalam wilayah Kecamatan Meranti Kabupaten Asahan. Sebelumnya ketiga desa tersebut masuk dalam wilayah kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara, namun mereka memilih bergabung dengan Kabupaten Asahan.[9]
Geografi
Kabupaten Asahan secara geografis berada pada 2°03'- 3°10' Lintang Utara, 99°1'-100°0' Bujur Timur.[11] Lokasi Kabupaten Asahan berada pada ketinggian 0–1.000 meter di atas permukaan laut.
Batas wilayah
Kabupaten Asahan memiliki batas wilayah sebagai berikut:[12]
Kabupaten Asahan memiliki 25 kecamatan, 27 kelurahan, dan 177 desa. Luas wilayahnya mencapai 3.702,21 km² dan penduduk 774.009 jiwa (2017) dengan sebaran 209 jiwa/km².[29][7]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Asahan, adalah sebagai berikut:
Penduduk Kabupaten Asahan yang majemuk terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, ras dan adat istiadat (SARA), yang menciptakan berbagai budaya berbaur. Suku Melayu merupakan suku asli yang mendiami kabupaten ini. Orang Melayu di Asahan kebanyakan tinggal di pesisir pantai dekat selat malaka, dan masyarakat Melayu ini disebut Melayu Asahan. Ada pula suku Batak yang sebagian besar adalah Angkola, Toba, Mandailing, Simalungun dan sebagian Karo dan Pakpak.
Suku Batak banyak tinggal terutama wilayah Selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Toba. Salah satu daerah di Asahan yang memiliki penduduk mayoritas Suku Batak ialah kecamatan Bandar Pasir Mandoge yang dimana penduduknya dikenal dengan istilah Batak Pardembanan. Sementara di wilayah perkotaan seperti Kisaran Kota banyak terdapat keturunan Tionghoa. Orang Jawa dari masa transmigrasi juga banyak terdapat di kabupaten ini dan menjadi mayoritas dari keseluruhan etnis yang ada di Asahan.[30]
Berikut adalah daftar banyaknya penduduk Kabupaten Asahan berdasarkan suku bangsa, pada tahun 2010:[30]
Catatan: Suku lainnya, sebagian besar adalah Tionghoa yang ada di Kisaran, kemudian Nias, dan suku lainnya.
Agama
Keragaman suku bangsa di Asahan juga menjadi salah satu faktor dalam perbedaan agama yang dianut warga Asahan. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, mayoritas warganya menganut agama Islam.[4][3] Adapun persentasi penduduk Kabupaten Asahan menurut agama yang dianut yakni Islam sebanyak 88,94%, kemudian Kristen sebanyak 9,83%, yang kebanyakan Protestan yakni 9,15%, dan selebihnya Katolik sebanyak 0,68%. Penduduk yang beragama Buddha sebanyak 1,02%, kemudian Hindu sebanyak 0,02% dan lainnya 0,19%.[4] Sementara untuk sarana rumah ibadah, terdapat 796 masjid, 588 musala, 306 gereja Protestan, 40 gereja Katolik, dan 15 vihara.
Pendidikan
Kabupaten Asahan memiliki setidaknya 8 perguruan tinggi sederajat, yang umumnya adalah sekolah swasta. Nama-nama perguruan tinggi di Asahan yakni Universitas Asahan, Institut Agama Islam Daar Al Uluum, STIH Muhammadiyah, STIE Muhammadiyah, STMIK Royal, STIKES Asyifa, AKBID Bina Daya Husada, dan AKPER Yagma.[8]
Pariwisata
Objek Wisata
Berikut ini beberapa tempat wisata yang ada di Kabupaten Asahan:
Pada akhir abad ke-19 Sumatra Timur telah menjadi salah satu lokasi usaha paling intensif dan paling berhasil perusahaan-perusahaan perkebunan asing di dunia ketiga.[31] Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Asahan merupakan bagian dari Afdeeling yang berada di bawah keresidenan Sumatra Timur. Afdeeling Asahan mengalami perubahan besar ketika Deli Spoorweg Maatschappij melakukan perluasan jalur kereta api, yang berimbas banyaknya masuk investor. Investor-investor ini menanamkan modalnya dengan membuka berbagai komoditas perkebunan seperti, Karet, Tembakau, dan Teh.[32]
Berikut ini adalah nama-nama perusahaan perkebunan yang terdapat di Afdeeling Asahan pada masa Hindia Belanda:[33]
^Siahaan, Jefry Miduk (2023). Gozali, Nurhamidah, ed. Statistik Daerah Kabupaten Asahan 2023. Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan. hlm. 3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)