Kalender Bugis adalah kalender yang digunakan oleh Suku Bugis di daerah Sulawesi Selatan. Selain digunakan oleh Suku Bugis, beberapa bagian kalender ini juga digunakan oleh Suku Makassar. Kalender Bugis termasuk dalam kalender matahari dimana dalam satu tahun terdiri dari 365 hari. Raja Bone XXIII, La Tenri Tappu To Appaliweng (Sultan Ahmad Al Saleh Syamsuddin) dalam buku hariannya yang tersimpan di Museum Inggris (Naskah Add MS 12354) menggunakan Kalender Bugis yang terlah diselaraskan dengan Kalender Masehi & Hijriah mulai pada tahun 1775 sampai 1795. Purwarupa Kalender ini beserta bukunya telah diserahkan kepada Gubernur Sulawesi Selatan Prof. Nurdin Abdullah pada Hari Jadi Sulsel ke-351 di Makassar, 20 November 2020.
Hari
Selain menggunakan sistem tujuh hari dalam satu pekan, Suku Bugis dan Suku Makassar juga mengenal adanya sistem duapuluh hari dalam satu pekan. Sistem ini terutama digunakan untuk menentukan hari baik atau hari buruk dalam penyelenggaraan suatu upacara adat. Dua puluh hari tersebut yaitu: Pong, Pang, Lumawa, Wajing, Wunga Wunga, Telettuq, Anga, Webbo, Wagé, Ceppa, Tulé, Aiéng, Beruku, Panirong, Maua, Dettia, Soma, Lakkaraq, Jepati, dan Tumpakale.
Sebagian dari nama-nama hari tersebut merupakan hasil adopsi dari sistem pasaran, paringkelan, dan padinan dalam Kalender Jawa Kuno. Adopsi dari pasaran / pancawara: Pong (Pon), Pang (Pahing), ?, ? dan Wagé (Wage). Adopsi dari sistem paringkelan / sadwara: Ceppa (?), Tulé (Tungle), Aiéng (Aryang), Beruku (Wurukung), Panirong (Paningron) dan Maua (Mawulu). Adopsi dari sistem padinan / saptawara: Dettia (Aditya), Soma (Soma), Anga (Anggara), Webbo (Rebo), Jepati (Raspati), Lakkaraq (Akka) dan Tumpakale (Tumpak).
Bulan
Tidak seperti Suku Makassar yang menggunakan nama-nama bulan dalam Kalender Islam, sebagian nama-nama bulan dalam Kalender Bugis diadopsi dari nama-nama bulan dalam Kalender Hindu (Raffles, 1830).
Nama-nama bulan berikut jumlah hari dalam satu bulan yaitu:
No
|
Bulan Bugis
|
Lama Hari
|
1
|
Sarowan
|
30
|
2
|
Padrowanae
|
30
|
3
|
Sajewi
|
30
|
4
|
Pachekae
|
31
|
5
|
Posae
|
31
|
6
|
Mangaseran
|
32
|
7
|
Mangasutewe
|
30
|
8
|
Mangalompae
|
31
|
9
|
Nayae
|
30/(31)
|
10
|
Palagunae
|
30
|
11
|
Besakai
|
30
|
12
|
Jetai
|
30
|
Total
|
365/(366)
|
Dari Nama-nama bulan hasil adopsi dari Kalender Hindu adalah: Sarowan (Srawana), Padrowanae (Bhadrawada), Sajewi (Asuji), Posae (Pausa), Mangaseran (Margasira), Palagunae (Phalguna), Besakai (Waisakha), dan Jetai (Jyaistha). Adapun padanan nama-nama bulan Bugis dengan bulan-bulan Masehi berdasarkan buku Bilang Taung (Nor Sidin, 2020) yang diwebinarkan beberapa waktu lalu adalah
No
|
Tahun Bugis
|
Terjemahan Indonesia
|
1 |
Nagai |
Januari
|
2 |
Palagunai |
Februari
|
3 |
Bisakai |
Maret
|
4 |
Jettai |
April
|
5 |
Sarawanai |
Mei
|
6 |
Padawaranai |
Juni
|
7 |
Sujiari |
Juli
|
8 |
Pacingkai |
Agustus
|
9 |
Posiyai |
September
|
10 |
Mangasirai |
Oktober
|
11 |
Mangasettiwi |
November
|
12 |
Mangalompai |
Desember
|
Tahun
Tahun baru dimulai pada tanggal 1 Sarawanae yang jatuh pada sekitar tanggal 16 Mei dalam Kalender Gregorian (Crawfurd, 1820; Raffles, 1817, Matthes, 1868) Kalender Bugis tidak mengenal waktu tersendiri yang menjadi acuan pencatatan tahun. Kemungkinan pada masa lalu pencatatan tahun menggunakan waktu pada saat naik takhtanya seorang raja sebagaimana Kalender Tiongkok menggunakan tarikh naik takhtanya seorang kaisar (Crawfurd, 1820). Dari naskah Schoeman Vi.18 di Perpustakaan Berlin disebut sistem penanggalan ini sudah digunakan sebelum Portugis masuk ke Sulawesi Selatan pada tahun 1532 yang lalu mengenalkan kalender bilang Pariyangki (Parengki). Menurut Matthes (1868) kalender Bugus ini mirip dengan Kalender Saka yang telah dimulai sejak 15 Maret 78 Masehi. Jadi secara umum bisa diduga Kalander Bugis lahir setelahnya akibat pengaruh Hindu di Sulawesi Selatan, dan terdapat naskah lontara yang menghitung periodisasi raja dengan jumlah tahun yang tepat dan pada akhirnya menjadi kebiasaan raja untuk menulis buku harian seperti budaya eropa sampai pada abad ke-17, dimana raja Bone XXIV La Mappasessu To Appatunru (1812-1823) masih menulis buku harian seperti ayahandanya.
Referensi
- Crawfurd, John; 1820, History of the Indian Archipelago, Volume 1; Archibald Constable and Co., Edinburgh.
- Matthes, Benjamin Frederik; 1868, De Makassaarsche en Boeginesche Kotika's, Sutherland, Makassar.
- Raffles, Thomas Stamford; 1830, The History of Java, Volume 2, John Murray, London.
- Tol, Roger; 2008, Rolled up Bugis Stories: A Parakeet’s Song of an Old Marriage Calendar, KITLV, Jakarta.
- Nor Sidin. 2020. Bilang Taung: Sistem Penanggalan Masyarakat Sulawesi Selatan Berdasarkan Naskah Lontara, Yayasan Turikalengna, Makassar. Penyunting: Dr. Muhlis Hadrawi, Sapri Pamulu, Ph.D., Dr. Nuraidar Agus.
Pranala luar