Rumah Pondok Gede atau Landhuis Pondok Gedeh adalah sebuah rumah yang dibangun oleh Pendeta Johannes Hooyman sekitar tahun 1775. Pada tahun 1992, bangunan itu dibongkar pada tahun 1992 untuk pembangunan Plaza Pondok Gede.
Sejarah
Pada tahun 1746 lahan perkebunan Pondok Gede dimiliki oleh pejabat Raad van Indie (Dewan Hindia) bernama Pieter van De Velde, hal ini dapat diketahui dari resolusi Gubernur Jenderal Gustaaf Baron van Imhoff tertanggal 1 Februari 1746 yang memberi izin penyelenggaraan pasar di hari rabu (Pasar Rebo).[1]
Penyelenggara pasar itu adalah Pieter van De Velde sebagai pemilik lahan Pondok Gede di Bekasi dan Kapitein Jawa penguasa wilayah timur, Soetawangsa.[1]
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa resolusi ini merupakan catatan sejarah tertua yang menyebut nama Pondok Gede, yang mana Pondok Gede sebagai nama sebuah kampung sudah ada jauh sebelum dibangunnya Pasar Rebo dan Landhuis Pondok Gede yang kemungkinan besar didirikan hampir bersamaan.[1]
Gedung besar atau Landhuis Pondok Gede itu dibangun pada 1775. Bangunan ini sangat panjang dengan atap yang besar. Lantai keduanya pernah dibongkar dan atapnya diperpanjang lagi karena disesuaikan dengan bagian belakang.[2]
Lantai satu dibangun dalam gaya Indonesia terbuka dengan serambi pada ketiga sisinya (joglo). Sementara bagian depan yang bertingkat dua, dibangun gaya tertutup Belanda. Rumah kombinasi dua gaya ini dahulu sangat lazim pada rumah-rumah tuan tanah.
Menurut Adolf Heuken dalam bukunya Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, interior rumah ini pernah menunjukkan cita rasa tinggi. Plesteran terdapat pada beberapa ruangan dan serambi, ditambah aneka hiasan pada pintu dan kusen jendela.[3][4] Karena bangunan ini cukup besar, warga sekitar sering menyebutnya dengan 'Pondok yang Gede' yang lambat laut hanya disebut dengan Pondok Gede.[5]
Pada 3 Januari 1800, Leendert Miero menyewa lahan perkebunan Pondok Gede dan setelah 20 tahun menetap (tahun 1820) berhasil memiliki dan merenovasi landhuis yang semula berbahan kayu jati menjadi bangunan beton bergaya Indies. Leendert Miero wafat pada tanggal 10 Mei 1834 dalam usia 59 tahun dan dimakamkan di belakang Landhuis Pondok Gede yang menjadi tempat tinggalnya (De Vrijdagavond, Joodsch Weekblad, 29 Juli 1932).[1]
Keadaan terkini
Dalam perkembangannya hingga pada akhir abad ke-20, Pondok Gede hendak dipugar oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Survei arkeologi pernah dilaksanakan pada Januari 1988. Dari survei itu diketahui bahwa luas tanah mencapai 325 hektar, semula merupakan perkebunan sereh. Setelah berpindah tangan ke CV Handel, beralih menjadi perkebunan karet. Pada 1946 berpindah tangan lagi ke NV Pago Rado dan pada 1962 dibeli oleh TNI AU (Inkopau). Menurut laporan survei tersebut, Pondok Gede banyak dikunjungi wisatawan mancanegara terutama dari Australia dan Belanda.[3]
Pada 1987 Inkopau pernah menulis surat kepada Gubernur DKI Jakarta. Isinya tentang rencana pembangunan pusat rekreasi dan perbelanjaan di areal Pondok Gede. Disebutkan, bangunan kuno itu akan dilestarikan bahkan akan merupakan sentra dari taman rekreasi. Nyatanya, uang mengubah segalanya, bangunan kuno bernilai historis itu tetap lenyap. Hanya namanya tetap abadi, sebagai nama jalan penghubung wilayah Jakarta dengan Jawa Barat.[3]
^SJ, A. Heuken (2000). Historical Sites of Jakarta. Jakarta: Cipta Loka Caraka. hlm. 280. ISBN9789812041241.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)