(Gorontalo) Segala perbuatan atau pekerjaan hendaknya selalu mengingat aturan adat dan al-quran, jangan hendaknya bertentangan antara satu dengan yang lainnya
Gorontalo adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Semenanjung Minahasa, di bagian utara Pulau Sulawesi dengan ibu kota di Kota Gorontalo. Provinsi Gorontalo lahir pada 5 Desember 2000 berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000.[7] Kota Gorontalo ditetapkan sebagai ibu kota Gorontalo, sekaligus menjadi pusat pemerintahan, pusat ekonomi dan perdagangan terbesar di Kawasan Teluk Tomini. Adapun jumlah penduduk Gorontalo sebanyak 1.192.737 jiwa (Sensus BPS, 2022), dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.16% setiap tahunnya.
Mayoritas penduduk di daerah ini merupakan Suku Gorontalo, sekaligus menjadi suku dengan populasi terbanyak di wilayah semenanjung utara Pulau Sulawesi, diikuti oleh Suku Minahasa di urutan kedua. Suku Gorontalo juga merupakan suku pengembara yang populasinya banyak dijumpai di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jawa dan Papua.
Pada awal kemerdekaan, wilayah Gorontalo masuk dalam Kabupaten Sulawesi Utara yang luas wilayahnya meliputi Buol, Gorontalo, dan Bolaang Mongondow. Pada masa itu, Gorontalo ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun tahun 1948.[8]
Menurut catatan hikayat sejarah para tetua adat, wilayah Gorontalo dulunya merupakan sebuah pulau kecil dengan dikelilingi oleh lautan. Lama-kelamaan, air laut di sekitar pulau itu pun surut dan kemudian diikuti dengan munculnya tiga buah gunung ke permukaan.[12]
Dari beberapa sumber, berikut ini merupakan asal usul penamaan Gorontalo yang paling banyak diceritakan secara turun temurun, yaitu:
Kata Gorontalo berasal dari kata "Hulontalangi", yang bermakna "Lembah Mulia" Hulontalangi berasal dari dua suku kata, yaitu "Huluntu" yang berarti "Lembah" dan "Langi" yang berarti "Mulia".[13]
Makna kata "Hulontalangi" yang lain adalah "Daratan yang Tergenang" Kata "Hulontalangi" dalam penerjemahan lain berasal dari dua suku kata, yaitu "Huntu" yang berarti "Onggokan Tanah" atau "Daratan", dan "Langi-Langi" yang berarti "Tergenang". Dapat diartikan menjadi "Daratan yang Tergenang Air" sesuai dengan cerita turun temurun masyarakat Gorontalo.[14]
Berasal dari kata "Huidu Totolu" atau "Goenong Tello", yang bermakna "Tiga Gunung". Jika ditelusuri sejarahnya, terdapat tiga gunung purba di semenanjung Gorontalo yaitu Gunung Malenggalila, Gunung Tilonggabila (berubah menjadi Tilongkabila) dan satu Gunung lagi yang tidak bernama.[15] Adapun sebuah lembah di sebelah selatan Gunung Tilongkabila tersebut dikenal dengan nama "Hulontalangi" atau "Hulontalo" yang juga merupakan cikal bakal wilayah Kota Gorontalo.[16] Dalam banyak literatur Portugis maupun Belanda (dan juga pada beberapa gambar peta), kata Goenong-Tello[17] pun lebih banyak digunakan untuk menggambarkan wilayah ini.
Kata Gorontalo berasal pula dari kata "Pogulatalo", yang bermakna "Tempat Menunggu". Kata "Pogulatalo" lambat laun berubah dalam ucapan masyarakat menjadi "Hulatalo"[18]
Kata Gorontalo juga berasal dari kata "Hulontalo" atau "Holontalo" Kata Gorontalo ditengarai merupakan adaptasi dari nama Kerajaan Hulontalo di masa lampau. Nama Gorontalo sendiri diberikan oleh para penjelajah seperti Portugis maupun Belanda yang pernah datang ke Gorontalo. Kata Gorontalo sendiri diserap dari kata Holontalo atau Hulontalo.
Masa Prasejarah
Berdasarkan penelitian Badan Arkeologi Manado, Sulawesi Utara, ditemukan bahwa Gorontalo memiliki situs peradaban masa prasejarah yang berada di wilayah selatan Gorontalo.[19] Tempat penelitian tersebut kemudian diberi nama "Situs Oluhuta", yang merupakan sebuah situs prasejarah dengan perkiraan usia lebih dari 2000 tahun.[20]
Adapun penelitian lebih lanjut masih terus berlangsung untuk mengetahui usia peninggalan benda-benda masa prasejarah yang ada serta beberapa makam prasejarah yang berada di dalamnya.[21]
Masa Kerajaan
Menurut catatan sejarah, Jazirah Semenanjung Gorontalo (Gorontalo Peninsula) terbentuk kurang lebih 1300 tahun lalu, di mana Kerajaan Suwawa telah ditemukan berdiri pada sekitar tahun 700 Masehi atau pada abad ke-8 Masehi.[22]
Kerajaan Suwawa tentu menjadi Kerajaan tertua di semenanjung Gorontalo. Berdasarkan literatur masyarakat adat setempat, kerajaan Suwawa pun telah dikenal luas oleh beberapa kerajaan di Sulawesi yang kemudian menjalin hubungan kekerabatan maupun perdagangan dengan kerqajaan tersebut.
Bukti keberadaan kerajaan ini dengan ditemukannya makam para Raja di tepian hulu sungai Bulawa. Tidak hanya itu, makam Raja Suwawa lainnya dapat kita temukan di hulu sungai Bone, yaitu makam Raja Moluadu (salah seorang Raja di Kerajaan Suwawa) bersama dengan makam istrinya dan anaknya.
Pada awalnya, daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a:
Pohala'a Gorontalo
Pohala'a Limboto
Pohala'a Suwawa
Pohala'a Bolango kemudian menjadi Pohala'a Boalemo
Pohala'a Atinggola
Sistem Pemerintahan Adat Kerajaan
Pemerintahan di daerah Gorontalo pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan adalah bersifat monarki konstitusional, yang pada awal mula pembentukan kerajaan-kerajaan tersebut berakar pada kekuasaan rakyat yang menjelmakan diri dalam kekuasaan Linula, yang sesungguhnya menurutkan asas demokrasi. Organisasi pemerintahan dalam kerajaan terbagi atas tiga bagian dalam suasana kerjasama yang disebut "Buatula Totolu", yaitu:
Buatula Bantayo; dikepalai oleh Bate yang bertugas menciptakan peraturan-peraturan dan garis-garis besar tujuan kerajaan.
Buatula Bubato; dikepalai oleh Raja (Olongia) dan bertugas melaksanakan peraturan serta berusaha mensejahterakan masyarakat.
Buatula Bala; yang pada mulanya dikepalai oleh Pulubala, bertugas dalam bidang pertahanan dan keamanan.
Olongia Lo Lipu (Raja atau Sultan) adalah kepala pemerintahan tertinggi dalam kerajaan tetapi tidak berkuasa mutlak. Seorang Raja atau Sultan dipilih oleh Bantayo Poboide dan dapat diberhentikan oleh Bantayo Poboide. Masa jabatannya tidak ditentukan, tergantung dari penilaian Bantayo Poboide. Hal ini membuktikan bahwa kekuasaan tertinggi dalam kerajaan berada pada Bantayo Poboide sebagai penjelmaan dari kekuasaan rakyat.
Terdapat pula jabatan tinggi lainnya yaitu:
"Patila" (Mangku Bumi) selanjutnya disebut Jogugu.
"Wulea Lo Lipu" (Marsaoleh) setingkat dengan camat.
"Bate", merupakan pemimpin dari Badan Musyawarah Rakyat (Bantayo Poboide). Setiap kerajaan mempunyai suatu Bantayo Poboide yang berarti ruang tempat bermusyawarah. Di dalam ruang inilah diolah dan dirumuskan berbagai persoalan negeri. Adapun tugas dari Bantayo Poboide adalah sebagai berikut:
Menetapkan adat dan hukum adat.
Mendampingi serta mengawasi pemerintah.
Menggugat Raja.
Memilih dan menobatkan Raja dan pembesar-pembesar lainnya.
Bantayo Poboide dalam menetapkan sesuatu, menganut musyawarah dan mufakat untuk menghendaki suatu kebulatan suara dan bersama-sama bertanggung jawab atas setiap keputusan bersama. Demikianlah gambaran singkat tentang sejarah dan pemerintahan pada kerajaan-kerajaan di Daerah Gorontalo yang berlandaskan kekuasaan rakyat atau demokrasi.
Pusat Perdagangan (Niaga)
Gorontalo merupakan salah satu wilayah tertua di Pulau Sulawesi selain Kota Makassar dan Manado. Lokasi yang strategis Gorontalo yang berada di jalur pelayaran dan perdagangan antara wilayah Utara dan Selatan, serta dengan diapit oleh dua perairan (Laut Sulawesi dan Teluk Tomini), menjadikan Gorontalo memiliki peran besar sebagai pusat perdagangan hasil bumi dan laut di wilayah tersebut.
Gorontalo sebagai sebuah kota tertua di lengan Utara Sulawesi juga memiliki peran strategis dalam jaringan pelayaran niaga karena letak geografisnya di kawasan Teluk Tomini yang menghubungkan Ternate dan Makassar. Selain itu, tersedianya emas, budak, rotan, dan kopra merupakan komoditas yang menarik kedatangan para pedagang. Gorontalo dalam konteks pelayaran niaga menjadi faktor pembentuk struktur sosial dan politik Kerajaan Gorontalo, sehingga memengaruhi perkembangan kehidupan masyarakatnya. Sebagai sebuah wilayah maritim di bagian utara Sulawesi dengan dinamika sejarah yang memiliki hubungan dengan kerajaan-kerajaan dan komunitas-komunitas di sekitarnya, serta kekuasaan kolonial, posisi Gorontalo menjadi sentral bagi poros perdagangan dan penyebaran agama Islam di Kawasan Timur Indonesia.
Para saudagar dari berbagai bangsa dan agama di Gorontalo disambut dengan terbuka oleh olongia (raja). Kegiatan pelayaran niaga dikuasai oleh olongia melalui syahbandalie (syahbandar) sebagai penghubung kepentingan olongia dengan para pedagang, seperti mengatur pajak masuk dan keluar pelabuhan, serta mengawasi dan melindungi perdagangan. Bagi para pedagang mendapatkan hak istimewa dari olongia caranya dengan menerapkan perdagangan bebas (Lapian, 1997:144).
Dasar perdagangan bebas dan peraturan hak istimewa para pedagang dimaksudkan apabila olongia terlampau membatasi kebebasan para pedagang, maka mereka akan berniaga di kerajaan lain. Berlangsungnya sistem perdagangan terbuka dan bebas telah memungkinkan terjadinya peningkatan kebudayaan bagi penduduk karena menerima unsur-unsur baru dari luar.
Kemajuan perdagangan Gorontalo juga menarik Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) untuk menguasainya. Pada 27 September 1677, Gubernur Maluku, Robertus Padtbrugge melakukan kunjungan pertama di Gorontalo, dan melakukan pertemuan dengan olongia dan pembesar Kerajaan Gorontalo. Padtbrugge didampingi pembesar Ternate menekan Olongia Gorontalo melalui kesepakatan Perjanjian Bungaya (Hasanuddin dan Amin, 57-59), bahwa Sultan Gowa mengakui hak-hak Ternate atas semua daerah Sulawesi yang letaknya antara Pulau Selayar dan Manado, serta semua tanah yang terbentang sampai Mandar (Pasal 17).
Raja Gorontalo tidak lagi mengakui Sultan Ternate sebagai penguasanya, namun tunduk kepada Gubernur Maluku di Ternate. Kemudian disepakati perjanjian yang memuat 8 pasal antara lain dalam Pasal 1 disebutkan Sungai Gorontalo harus dibuka bagi pelayaran kapal VOC (Juwono dan Hutagalung, 2005:74-75). Kesepakatan perjanjian itu merupakan awal kekuasaan VOC untuk mengatur kepentingan politik dan ekonominya di Gorontalo.
Pusat Penyebaran Agama Islam
Gorontalo merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur, selain Ternate, Gowa dan Bone. Penyebaran Islam ke Gorontalo kemungkinan ada sejak abad ke-14 ditandai dengan adanya salah satu tokoh penyebaran agama Islam di Gorontalo yakni Sutan Amai, kemudian diteruskan oleh raja–raja Gorontalo pada abad ke-15. Menurut Profesor Ibrahim Polontalo, proses awal masuknya Islam ke Gorontalo terdiri dari beberapa jalur, salah satunya melalui pernikahan antara raja (olongia) Gorontalo, Amai dengan putri raja Ogomanjolo, Palasa-Tomini yang bernama Owutango pada tahun 1525.
Tidak hanya itu, berdasarkan penelitian yang masih berlangsung, Gorontalo sebagai jalur pelayaran utama yang menghubungkan Ternate dan Makassar sudah sejak lama menjadi tempat persinggahan dari para Ulama Hadramaut (Yaman), serta dari jazirah Arab lainnya. Bahkan jika merujuk pada proses penyebaran agama Islam di wilayah lain di Sulawesi, ada kemungkinan jika Islam pun turut disebarkan oleh para Ulama dari tanah Minangkabau. Oleh sebab itu, Gorontalo turut berperan dalam proses penyebaran Islam hingga ke wilayah "Tomini-Bocht" seperti Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara, Buol, Luwuk, Banggai, dan Donggala di Sulawesi Tengah, bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.
Masa Penjajahan (Kolonial)
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada dibawah kekuasaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo Lo Pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu:
Onder Afdeling Kwandang
Onder Afdeling Boalemo
Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu:
Distrik Kwandang
Distrik Limboto
Distrik Bone
Distrik Gorontalo
Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu:
Afdeling Gorontalo
Afdeling Boalemo
Afdeling Buol
Proklamasi Gorontalo (23 Januari 1942)
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bapak H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Heroisme 23 Januari 1942
Dalam buku Memori Gorontalo Bpk Basri Amin menjelaskan bahwa peristiwa 23 Januari 1942 di Gorontalo merupakan salah satu sejarah yang dinamakan "sejarah Mentalitas", atau suatu jawaban keberanian pada zaman tersebut. Nilai moral yang diserap yaitu suatu idealitas seperti kebangsaan dan keIndonesiaan. Inti dari peristiwa itu adalah "kebebasan" dari pemerintah kolonial Belanda.[23]
Perjuangan Perlawanan Terhadap Pemberontak
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara, masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya memilih untuk berjuang bersama pemerintahan Nasional di Jakarta dan tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja". Semboyan ini digaungkan pertama kali oleh Bapak Ayuba Wartabone di Parlemen ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Pembentukan Provinsi Gorontalo
Terinspirasi oleh semangat Hari Patriotik 23 Januari 1942, maka pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2000, rakyat Gorontalo yang diwakili oleh Dr. Ir. Nelson Pomalingo ditemani oleh Natsir Mooduto sebagai ketua Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Gorontalo Tomini Raya (P4GTR) serta sejumlah aktivis, atas nama seluruh rakyat Gorontalo mendeklarasikan berdirinya Provinsi Gorontalo yang terdiri dari Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo terlepas dari Sulawesi Utara. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1964 yang isinya adalah bahwa Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo adalah wilayah administrasi dari Provinsi Sulawesi Utara. Beberapa bulan setelahnya tepatnya tanggal 16 Februari 2001, Tursandi Alwi sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo dilantik.
Provinsi Gorontalo secara resmi disahkan pemerintah pada tanggal 22 Desember tahun 2000 setelah melalui penetapan sidang paripurna DPR RI pada tanggal 5 Desember 2000. Namun sejak awal dibentuk hingga tahun 2015, peringatan Hari Lahir Provinsi Gorontalo diperingati setiap tanggal 16 Februari, ditandai dengan dilantiknya Tursandi Alwi sebagai penjabat Gubernur pertama pada tanggal 16 Februari tahun 2001.[24] Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, Pemerintah Provinsi Gorontalo resmi mengubah Hari Ulang Tahun Provinsi dari sebelumnya tanggal 16 Februari menjadi tanggal 5 Desember setelah disetujui oleh DPRD Provinsi Gorontalo pada sidang paripurna tanggal 19 Agustus 2015.[1]
Falsafah Hidup
Selain menjadi salah satu suku tertua di Nusantara, Suku Gorontalo pun menjadi salah satu dari 19 daerah adat di Nusantara. Oleh karenanya, pasti memiliki kearifan lokal yang luhur. Seperti peradaban lainnya, Masyarakat Gorontalo memiliki falsafah hidup yang di pegang erat dan diyakini teguh dalam kehidupan sampai sekarang, di antaranya adalah:
Aadati hula-hula to Sara', Sara' hula-hula to Kuru'ani (Adat bersendikan Syara', Syara' bersendikan Al-Quran)[25]
Mopotuwawu Kalibi, Kauli, wawu Pi'ili (Menyatukan Hati, Perkataan, dan Perbuatan)[27]
Batanga Pomaya, Nyawa Podungalo, Harata Potombulu (Jasad membela tanah air, Jiwa dipertaruhkan, Harta bagi kemaslahatan orang banyak)[28]
Lo Iya Lo Ta Uwa, Ta Uwa Loloiya, Bo'odila Polusia Hilawo (Pemimpin itu penuh dengan Kewibawaan, Maka tidaklah dirinya Sewenang-wenang)[29]
Lambang Daerah
Lambang Daerah Provinsi Gorontalo pada bagian luar berbentuk jantung yang memberi makna kesetiaan sebagai pelindung kehidupan rakyat Gorontalo.
Lambang Daerah Provinsi Gorontalo pada bagian dalam berbentuk bulat lonjong atau bulat telur yang memberi makna adanya gagasan, ide atau cita-cita yang indah, yang kelak menetas menjadi sesuatu kesejahteraan hidup rakyat Gorontalo.
Lambang Daerah Provinsi Gorontalo dengan bentuk dalam yang menampakkan keserasian formasi gambar yang terdiri dari warna putih di tengah dan diikuti oleh posisi padi-bintang, kapas-rantai memberi makna adanya keteraturan adat, agama, hukum dalam semua pola kehidupan masyarakat.
Lambang Daerah Provinsi Gorontalo memiliki nuansa Global:
Warna biru keunguan adalah warna yang memberi makna tenang, setia dan selalu ingin mempertahankan kebenaran dan harapan masa depan yang cerah.
Model pohon kelapa yang melengkung memberi makna gerak dinamis dan tidak diam tetapi selalu berbuat untuk masa depan.
Sayap maleo yang mengembang memberi makna dinamika siap untuk tinggal landas dan siap bersaing.
Buku yang terbuka melambangkan keinginan masyarakat untuk siap meraih prestasi dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Iman dan Takwa secara terus menerus.
Bintang mengandung makna global jika dikaitkan dengan cita-cita yang tinggi yaitu "Gantungkan cita-cita setinggi bintang di langit"
Pita mempunyai makna keinginan masyarakat Gorontalo untuk menyerap, merekam dan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lambang Daerah Gorontalo memiliki nuansa Nasional:
Padi dan Kapas yang mengandung makna kemakmuran dan kesejahteraan seperti pada Pancasila.
Rantai mempunyai makna adanya pengakuan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika.
Lambang daerah Gorontalo memiliki nuansa Lokal:
Bintang adalah lambang keagamaan, sehingga selaras dengan filosofi "Adat bersendikan syara, syara bersendikan Kitabullah".
Benteng bermakna masyarakat Gorontalo teguh dan kukuh mempertahankan Harga diri, Martabat, Adat, Agama dan Negara
Rantai mempunyai makna adanya pengakuan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika.
Pemaknaan warna dan simbol simbol lainnya dalam lambang
Simbol rantai yang memberi makna pada peristiwa patriotik:
Rantai yang berjumlah 23 butir melambangkan tanggal 23 Januari
Kapas yang berjumlah 19 buah dan padi berjumlah 42 butir melambangkan tahun 1942
Sayap maleo yang berjumlah 16 helai melambangkan lahirnya Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2000
Warna:
Hijau mempunyai makna kesuburan
Kuning Mempunyai makna keagungan dan Kemuliaan
Putih bermakna Kesucian dan Keluhuran
Merah mempunyai makna keberanian dan perjuangan
Geografi dan Iklim
Letak Geografis
Wilayah Provinsi Gorontalo yang pada zaman kolonial Belanda dikenal dengan sebutan "Semenanjung Gorontalo" (Gorontalo Peninsula) terletak pada bagian utara Pulau Sulawesi, tepatnya pada 0° 19′ 00”–1° 57′ 00” LU (Lintang Utara) dan 121° 23′ 00”–125° 14′ 00” BT (Bujur Timur).
Letak Provinsi Gorontalo sangatlah strategis, karena diapit oleh dua perairan, yaitu Teluk Gorontalo atau yang lebih dikenal dengan nama Teluk Tomini di sebelah Selatan dan Laut Sulawesi di sebelah Utara. Dalam catatan sejarah maritim Nusantara, Laut Sulawesi menjadi penting karena merupakan jalur pelayaran dari pulau Sulawesi menuju Filipina yang juga melalui jalur wilayah perairan Kesultanan Suluh di sebelah Timur dari Negara Malaysia.
Sedangkan Teluk Gorontalo atau Teluk Tomini sejak dahulu kala menjadi sumber kehidupan penduduk Kerajaan-Kerajaan yang bermukim di sekitarnya. Teluk ini pun sejak dahulu ramai oleh lalu lintas pelayaran dan perdagangan, karena menjadi tempat bertemunya Kerajaan yang berada di kawasan "Tomini-Bocht" (wilayah kawasan Teluk Tomini), Ternate, Buton, bahkan menjadi jalur masuknya perantau dari Hokkian (Tiongkok) serta dari Jazirah Arab.
Luas Wilayah
Luas wilayah Provinsi Gorontalo secara keseluruhan adalah 12.435 km². Jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia, luas wilayah provinsi ini hanya sebesar 0,67 persen.
Topografi
Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh karenanya provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang berbeda-beda. Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung yang tertinggi sedangkan Gunung Litu-Litu yang terletak di Kabupaten Gorontalo adalah yang terendah.
Di samping mempunyai banyak gunung, Provinsi Gorontalo juga dilintasi oleh banyak sungai. Sungai terpanjang adalah Sungai Paguyaman yang terletak di Kabupaten Boelemo dengan panjang aliran 99,3 km. Sedangkan sungai terpendek adalah Sungai Bolontio dengan panjang aliran 5,3 km yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara.
Iklim
Dengan kondisi wilayah Provinsi Gorontalo yang terletak di dekat garis khatulistiwa, menjadikan daerah ini mempunyai suhu udara yang cukup panas. Suhu minimum terjadi di bulan September yaitu 22,8 °C. Sedangkan suhu maksimum terjadi di bulan Oktober dengan suhu 33,5 °C. Pada tahun 2013 suhu rata-rata berkisar antara 26,2 °C sampai dengan 27,6 °C.[2]
Provinsi Gorontalo mempunyai kelembaban udara yang relatif tinggi, rata-rata kelembaban pada tahun 2013 mencapai 86,5% persen. Sedangkan untuk curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 307,9mm tetapi jumlah hari hujan terbanyak ada pada bulan Juli dan Desember yaitu sebanyak 24 hari.[2]
Gubernur adalah jabatan tertinggi di provinsi di Indonesia. Gubernur Gorontalo bertanggungjawab atas wilayah provinsi Gorontalo. Saat ini, gubernur atau kepala daerah yang menjabat di provinsi Gorontalo ialah, dengan wakil gubernur. Mereka menang pada merupakan gubernur Gorontalo, sejak provinsi ini dibentuk, dan pada pilkada merupakan sebagai gubernur dan wakil gubernur di Gorontalo dilantik oleh presiden Republik Indonesia, di Istana Negara Jakarta, untuk masa jabatan .[30]
Berikut adalah daftar GubernurGorontalo secara definitif sejak tahun 2001.
DPRD Provinsi Gorontalo beranggotakan 45 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Provinsi Gorontalo terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD Provinsi Gorontalo yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2024 yang dilantik pada 9 September2024 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo di Ruang Sidang Gedung DPRD Provinsi Gorontalo. Komposisi anggota DPRD Provinsi Gorontalo periode 2024-2029 terdiri dari 10 partai politik dimana Partai Golkar adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 10 kursi.[32][33][34][35][36]
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Provinsi Gorontalo dalam dua periode terakhir.[37][38][39][40]
Provinsi Gorontalo terbagi menjadi lima kabupaten dan satu kota. Masing-masing wilayah administrasi tersebut terbagi lagi menjadi beberapa wilayah administrasi di bawahnya, yaitu kecamatan, desa/kelurahan. Pada tahun 2013, Provinsi Gorontalo terdiri dari 77 kecamatan dan 735 desa/kelurahan.
Pada awal berdirinya Provinsi Gorontalo, daerah otonom ini hanya terdiri dari 2 kabupaten dan 1 kota. Namun, setelah adanya pemekaran, maka Provinsi Gorontalo kini terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, yaitu sebagai berikut:
Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 kabupaten, 1 kotamadya, 77 kecamatan, 72 kelurahan dan 657 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 1.157.325 jiwa dengan total luas wilayah 11.257,07 km².[44][45]
Jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo pada tahun 2013 sebesar 1.097.990 jiwa yang terdiri atas 550.004 jiwa laki-laki dan 547.986 jiwa perempuan. Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Gorontalo tahun 2011–2013 mencapai 1,67 persen/tahun.[2] Pada tahun 2021, jumlah penduduk provinsi Gorontalo berjumlah 1.198.765 jiwa, dengan jumlah terbanyak berada di wilayah Kabupaten Gorontalo sebanyak 404.835 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 125.715 jiwa.
Dibanding dengan kebanyakan provinsi lainnya di SulawesiIndonesia, suku di provinsi Gorontalo lebih homogen, yang umumnya merupakan suku Gorontalo atau berasal dari Sulawesi. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2010, suku Gorontalo adalah suku terbanyak di provinsi Gorontalo. Suku Jawa adalah suku terbanyak kedua, kemudian disusul dengab suku Minahasa.[50][51] Suku Gorontalo (Suku Hulontalo) adalah masyarakat asli yang mendiami wilayah utara pulau Sulawesi dan mayoritas suku ini memeluk agama Islam. Tidak hanya di Sulawesi, penyebaran Suku Gorontalo yang paling banyak berada di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Timur.[52]
Berikut ini komposisi etnis atau suku bangsa di provinsi Gorontalo tahun 2010:[50]
Provinsi Gorontalo dihuni oleh ragam etnis yang membentuk atau terbentuk menjadi Pohala'a (yang berarti Keluarga atau Kerajaan) yang terikat secara teritoris dan genealogis.[53]
Dalam catatan sejarah, terdapat sebuah "Persekutuan/Perserikatan Kerajaan" dari 5 Kerajaan (Limo Lo Pohala'a) yang memiliki ikatan kekeluargaan yang erat, di antaranya:
Pohala'a Gorontalo (Etnis Hulontalo, Kerajaan Hulontalo),
Pohala'a Suwawa (Etnis Suwawa/Tuwawa, Kerajaan Suwawa),
Pohala'a Limboto (Etnis Limutu, Kerajaan Limboto),
Pohala'a Bolango (Etnis Bulango/Bolango, Kerajaan Bulango), dan
Pohala'a Atinggola (Etnis Atinggola/Andagile, Kerajaan Atinggola)
Dalam perkembangannya, Kerajaan Gorontalo dan Limboto kemudian semakin dominan dan akhirnya penyebutan Limo Lo Pohala'a berubah menjadi U Duluwo Limo Lo Pohala'a (diterjemahkan menjadi 2 kerajaan kembar/utama dalam 5 Kerajaan Persekutuan/Perserikatan). Seiring dengan perkembangan zaman, seluruh Etnis atau Pohala'a (Kekeluargaan) tersebut kemudian dikategorikan sebagai bagian dari identitas suku Gorontalo atau Suku Hulontalo.
Sedangkan untuk bahasa daerah lainnya yang juga digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu di wilayah Provinsi Gorontalo adalah Bahasa Bajo dan Bahasa Minahasa.[55]
Semenanjung Gorontalo merupakan salah satu jalur perdagangan di Indonesia sejak zaman dahulu.
Perekonomian di Provinsi Gorontalo sekarang ini menjadi salah satu perekonomian yang paling pesat perkembangannya di Indonesia. Sektor pertanian, perikanan dan jasa adalah sektor yang di andalkan di Provinsi ini karena memiliki kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah.
Dalam rangka mewujudkan Provinsi Gorontalo sebagai Provinsi Agropolitan, maka berbagai upaya terus dilakukan. Pemerintah Provinsi melakukan berbagai macam program pembangunan, di antaranya melalui perbaikan infrastruktur sebagai pilar pemacu pembangunan, penyediaan sarana produksi pertanian, penyediaan dana penjamin, peningkatan SDM pertanian, memperlancar pemasaran dengan jaminan harga dasar dan lain lain, serta dengan menyusun berbagai program, seperti:
Pengembangan tanaman pangan, di versifikasi pangan dan ketahanan pangan daerah;
Pengembangan agropolitan menuju satu jutaan ton jagung;
Pengembangan agro bisnis;
Peningkatan peran dan fungsi kelembagaan petani melalui pembedayaan masyarakat pertanian.
Dalam mengembangkan potensi dan keanekaragaman sumber daya alam di Provinsi Gorontalo, terdapat beberapa peluang investasi untuk dikembangkan, seperti: investasi di bidang agro bisnis (pertanian dan perkebunan), termasuk juga agro industri (nata de coco, minyak kelapa dan Dubuk santan) serta di bidang pertambangan (emas, granit, dll.).
Prioritas pengembangan selama lima tahun ke depan diproyeksikan pada komoditas jagung dengan luas areal produksi jagung tahun 2004 seluas 35.692,450 ha, dengan jumlah produksi sebanyak 323,065 ton dan untuk jagung louning sendiri telah berhasil di ekspor sebesar 9.148 ton. Dari luas wilayah Provinsi Gorontalo seluas 1.221.544 ha, untuk areal potensial pertanian seluas 463.649,09 ha atau 37,95%, tetapi yang baru di manfaatkan seluas 148.312,78 ha (32%) atau masih terdapat peluang pengembangan lahan 315.336,31 ha.
Wilayah Provinsi Gorontalo merupakan daerah agraris dengan keadaan topografi datar, berbukit-bukit sampai dengan bergunung sehingga berbagai jenis tanaman pangan dapat tumbuh dengan baik di daerah ini. Luas lahan kering adalah 215.845,00 ha. Sedangkan rawa-rawa (tegalan) seluas 1.580,00 ha, Luas areal produksi padi pada tahun 2006 yaitu 45.027 ha dengan jumlah produksi tahun 2006 sebanyak 197.600,94 ton dan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2005 yang mempunyai luas areal 37.831 ha dengan jumlah produksi sebanyak 164.168 ton.
Luas areal produksi kedelai pada tahun 2006 adalah 5.217 ha dengan jumlah produksi 6.767,21 ton, mengalami peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2005 yang mempunyai luas areal produksi 2.677 ha dengan jumlah produksi 3.738 ton. Luas areal produksi kacang tanah pada tahun 2006 adalah 2.825 ha dengan jumlah produksi 3.316,79 ton meningkat jika dibandingkan pada tahun 2005 yang mempunyai luas areal 4.335 ha dengan jumlah produksi mencapai 5.371 ton. Luas areal produksi ubi kayu pada tahun 2006 adalah seluas 853 ha dengan jumlah produksi mencapai 9.742,0 ton. Luas areal produksi Singkong dan umbi-umbian seluas 894,70 dengan
jumlah produksi sebanyak 10.041 ton. Luas areal produksi sayur-sayuran pada tahun 2006 adalah 3.674 ha dengan jumlah produksi mencapai 74,44 ton/ha.
Jika dilihat dari data luas kawasan hutan Provinsi Gorontalo pada tahun 2004 berdasarkan TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan), maka luas kawasan hutan Provinsi Garontalo seluas 826.378,12 ha, yang terdiri dari: hutan lingdsing seluas 165.488,67 ha, hutan konservasi seluas 20.135,60 ha, hutan produksi terbatas seluas 342.449,55 ha, dan hutan produksi seluas 100.684,45 ha. Dari seluruh luas hutan tersebut hasil kayu yang di dapat mencapai total 14.808.000 m³.
Kawasan laut di Provinsi Gorontalo, terutama di Teluk Gorontalo atau Teluk Tomini, menyimpan banyak potensi alam karena merupakan satu satu teluk yang dilalui garis khatulistiwa. Perikanan dan kelautan merupakan sektor unggulan bagi Provinsi Gorontalo yang memiliki garis pantai yang cukup panjang. Garis pantai wilayah Utara dan Selatan masing masing memiliki panjang sekitar 270 kilometer dan 320 kilometer. Potensi sumber daya perikanan di Provinsi Gorontalo berada di tiga perairan, yakni Teluk Tomini (Teluk Gorontalo), Laut Sulawesi, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Sulawesi. Sayangnya, tingkat pemanfaatan perikanan tangkap baru 24,05% atau 19.771 ton per tahun.
Potensi kelautan lainnya yang menjadi unggulan, yaitu budi daya rumput laut yang didukung program Gerakan Menanam Rumput Laut (Gemar Laut), sementara pemanfaatan lahannya baru mencapai sekitar 850 ha dengan produksi 4.250 ton/ha/tahun.
Provinsi Gorontalo memiliki letak geografi yang strategis untuk perekonomian nasional, kerana memiliki jalur perdagangan yang langsung berhadapan dengan negara-negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Hongkong, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan. Selain itu Provinsi Gorontalo juga merupakan salah satu daerah yang menjadi pintu masuk jalur perdagangan dari benua Amerika ke negara–negara di Asia Pasifik, seperti Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia. Tidaklah berlebihan jika Pemerintah Pusat menilai bahwa Provinsi Gorontalo menjadi salah satu tulang punggung penggerak roda ekonomi, pendidikan dan kebudayaan di Kawasan Timur Indonesia.
Sebagai daerah Adat, Gorontalo pun memiliki Seni bela diri tradisional yang bernama "Langga" atau bisa disebut pula dengan nama Silat Gorontalo. Pada dasarnya Langga merupakan seni bela diri sejenis Silat yang dikenal sebagai salah satu kekayaan budaya Gorontalo. Langga adalah seni bela diri yang mengandalkan pertahanan serta kekuatan tangan dan kaki.[56]
Simbol Daerah
Seperti halnya daerah lain di Nusantara, Provinsi Gorontalo pun memiliki simbol pemaknaan harkat dan martabat, baik itu melalui Hewan ataupun Tumbuhan. Adapun Simbol atau Lambang Khas daerah Gorontalo yaitu:
Ciri khas Suku Gorontalo (Hulontalo) dapat diidentifikasi melalui desain arsitektur yang masih bisa kita jumpai melalui dekorasi atap rumah maupun ukiran khas seperti di daerah lain di Indonesia. kita dapat mengidentifikasi karakter/lambang khas arsitektur Gorontalo melalui:
Bentuk Atap menyerupai "Pelana", di mana ciri khas dari Rumah Gorontalo (Bele) adalah atap segitiga bersusun dua. Pada atap bagian pertama (bagian atas) lebih kecil daripada atap kedua (di bawah dari atap pertama). Atap yang paling atas melambangkan keteguhan Orang Gorontalo terhadap keesaan Tuhan dan menempatkan agama di atas segalanya. Sedangkan atap kedua, melambangkan keteguhan Orang Gorontalo terhadap Adat Istiadat serta Budaya yang mengalir deras di dalam darah dan kesehariannya.
Bentuk Rumah Panggung (Bele), Rumah orang Gorontalo pada dasarnya sama dengan daerah lain di pulau Sulawesi yakni berbentuk Rumah Panggung. Filosofi dari Rumah Panggung Orang Gorontalo dianalogikan seperti bentuk tubuh manusia yang terdiri dari kepala, badan dan kaki. Jumlah Kamar biasanya hanya terdiri dari Kamar Anak Laki-laki yang berada di paling depan, Kamar Utama berada di tengah Rumah dan kamar anak perempuan berada di belakang. Dalam menerima tamu pun bila tamu laki-laki yang bukan mahramnya hanya diperbolehkan bertamu di beranda/teras rumah, sedangkan bila tamu perempuan yang bukan mahramnya harus diterima di dalam ruang pada ruang keluarga yang berada di tengah Rumah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari fitnah dari pertemuan laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.
Tiang Pelaminan yang memiliki batok kelapa bersusun-susun, tiang ini sangat identik dengan suku Gorontalo karena bentuknya yang unik dan mudah diingat. Bila melihatnya kita dapat langsung mengasosiasikannya dengan Adat Pernikahan Suku Gorontalo. Tiang khas Gorontalo ini sekarang dapat kita jumpai di bundaran Tugu Bandar Udara Djalaludin, Bundaran Selamat Datang (Hulontalo Indah) bahkan adapula yang menggunakannya sebagai ornamen pagar rumah dan pagar gedung instansi pemerintah.
Gapura Gorontalo (Alikusu), Gapura Gorontalo atau dalam bahasa daerah disebut Alikusu merupakan salah satu arsitektur khas Gorontalo yang dapat kita jumpai di gerbang masuk kantor instansi pemerintah maupun swasta. di gerbang masuk rumah ibadah (Masjid), Rumah Dinas Pemerintah serta di gerbang masuk jalan raya. Bentuknya yang khas dulunya dibuat dari bambu, namun seiring perkembangan zaman "Alikusu" (Gapura Gorontalo) telah dibuat dari bahan baku besi maupun aluminium agar tahan lama dan bisa digunakan setiap hari.
Lambang/identitas/karakter Suku Gorontalo yang tercermin dari gaya arsitektur lokal menjadi nilai budaya yang sangat tinggi dan luhur untuk dilestarikan. Adanya gaya arsitektural yang khas ini akan jauh lebih baik bila diserap kedalam perencanaan tata bangunan instansi pemerintah maupun tata bangunan masyarakat agar tidak punah ditelan derasnya gaya arsitektur minimalis dewasa ini.
Rumah adat
Dulohupa
Rumah adat Dulohupa merupakan sebuah Rumah Adat Gorontalo yang berbentuk panggung dengan bentuk atap yang artistik dan pilar-pilar kayu sebagai hiasannya. kedua tangganya terletak di sisi kiri dan kanan merupakan gambaran tangga adat di sebut totihu. Di mana Rumah Adat ini berfungsi sebagai Balai Musyawarah Adat Bandayo Dulohupa. Nama Dulohupa berarti mufakat untuk memprogramkan rencana pembangunan daerah dan mengatasi setiap permasalahan. Di dalam Rumah Adat ini digelar perlengkapan upacara adat perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin dan hiasan lainnya.
Bantayo Po Boide
Rumah Adat Gorontalo ini terletak di pusat sub-distrik Limboto, Gorontalo. Secara harfiah “Bantayo” berarti bangunan dan “Poboide” berarti tempat pertemuan. Bantayo Poboide diambil selain sebagai budaya Gorontalo yang juga berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan seni dan budaya Gorontalo. Bantayo Poboide memiliki banyak ruangan dan setiap ruangan memiliki fungsi yang berbeda. Ornamen yang di dinding menyimbolkan setiap segi aktivitas penghuninya. J
Rumah Adat Kerajaan Bolango–Gobel
Rumah adat Kerajaan Bolango atau lebih dikenal dengan Rumah Adat Gobel adalah salah satu rumah adat khas Gorontalo yang berlokasi di Tapa, Bone Bolango.
Kerajinan Tangan
Setiap daerah pasti memiliki ciri khasnya masing-masing. begitu pula dengan jazirah semenanjung Gorontalo. Masyarakat Gorontalo memiliki ciri khas "sandang" atau pakaian bersama aksesori yang melengkapinya. Adapun kerajinan tangan khas masyarakat Gorontalo yaitu:
Upiya Karanji atau Songkok Gorontalo, songkok ini terbuat dari anyaman rotan dan sangat nyaman digunakan karena memiliki sirkulasi udara yang sangat baik. Presiden RI ke-4, Bapak Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gusdur pun setia menggunakan Songkok Gorontalo ini.
Sulaman Karawo atau Sulaman Kerawang, Sulaman khas Gorontalo ini menjadi kekayaan budaya tersendiri dan bernilai seni tinggi. Kini sulaman Karawo tidak hanya diminati di dalam negeri namun juga di luar negeri.
Batik Gorontalo, Batik Gorontalo pada dasarnya sama dengan Batik pada umumnya, yang membedakannya hanya pada motif atau corak yang dimuat pada kain batik itu sendiri.
Provinsi Gorontalo sebagian besar terdiri dari daerah pegunungan yang membentang dari utara ke selatan provinsi ini. Panorama Pegunungan Gorontalo sangat menakjubkan. Gunung-gunung dan hutan adalah rumah-rumah bagi flora dan fauna unik. Anoa, Tarsius, Maleo senkawor, dan Babirusa adalah salah satu spesies langka yang dapat Anda ditemukan di sini. Maleo, misalnya, adalah spesies burung yang telurnya lebih besar dari tubuhnya sendiri. Sementara Tarsius adalah primata terkecil di dunia, tetapi memiliki panjang sekitar 10 cm. Di hutan Gorontalo terdapat Pohon Eboni, Pohon lingua, nantu, meranti, dan Rotan. Di bagian selatan laut Gorontalo, yaitu di Teluk Tomini, ada beberapa pulau kecil yang tersebar. Pulau-pulau belum berpenghuni dan pasir putih sangat indah mengelilingi. Teluk Tomini dilintasi oleh garis khatulistiwa dan secara alami ditinggali oleh beragam jenis hewan laut. Karena itu, Teluk Tomini adalah surga bagi para penyelam. Berikut adalah beberapa obejek wisata ternama yang ada di Provinsi Gorontalo:
Pulo Cinta
Wisata Internasional andalan Indonesia di Provinsi Gorontalo yang terletak di Kabupaten Boalemo. Pulau yang bentuknya menyerupai hati ini dilengkapi dengan beberapa resort terapung yang sangat ekslusif, serta tentunya memperlihatkan eksotisme lautan bening yang menawan. Pulo Cinta Gorontalo sudah masyhur di telinga para traveler mancanegara, hingga sering dijuluki "Maldives van Gorontalo".[57]
Pulau Saronde
Pulau Saronde juga merupakan Wisata Internasional andalan Indonesia di Provinsi Gorontalo yang terletak di kecamatan Ponelo, Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara. Pulau Saronde terkenal dengan keindahan pantai pasir putihnya, air yang sangat jernih serta keindahan terumbu karang di sekitarnya. Setiap tahun, pulau ini menjadi tempat persinggahan kapal pesiar dan yachts dari seluruh dunia. Selain Saronde, terdapat 3 pulau lain yang berdekatan, yaitu pulau Bogisa, Mohinggito, dan pulau Lampu.[58]
Taman Laut Olele
Taman Laut Olele merupakan salah satu Surga Bawah Laut Internasional unggulan para penyelam mancanegara yang ada Kabupaten Bone Bolango, Indonesia. Taman laut ini bahkan sudah sangat masyhur di telinga para penyelam Eropa. Taman Laut Olele terkenal karena keunikan Salvador Dali Sponge, sebuah bunga karang hidup yang tidak dimiliki oleh taman laut lainnya di dunia, bahkan taman laut di Pulau Bunaken pun tidak memiliki jenis sponge yang satu ini. Bunga karang ini diberi nama Salvador Dali karena bentuk tampilan fisiknya yang mirip sebuah lukisan karya pelukis ternama Salvador Dalí.[59]
Benteng Otanaha
Pada masa lalu ini berupa peninggalan bekas penjajahan portugis. Benteng Otanaha, digunakan para Raja Gorontalo ini sebagai tempat perlindungan dan pertahanan. Keunikan benteng terlihat adalah material yang digunakan untuk membangun benteng campuran pasir, plester, dan putih telur Maleo. Pemandangan Danau Limboto dapat dilihat jelas dari sini, karena letaknya di atas dataran tinggi. Tepatnya, di Dembe I, Kota Barat, sekitar 8 km dari pusat kota Gorontalo. Ada dua benteng lagi yang terletak di daerah yang sama, yaitu Otahiya dan Istana Ulupahu. Pengunjung harus melewati 345 anak tangga untuk mencapainya.
Wisata Hiu Paus
Pantai Botu Barani di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo menjadi sangat terkenal di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara karena keberadaan sekolompok Hiu paus di pesisir pantai. Tak hanya wisatawan lokal, namun keberadaan Hiu jinak tersebut berhasil menyedot perhatian Wisatawan Internasional.[60]
Monumen Nani Wartabone
Monumen Nani Wartabone. Ini adalah monumen sejarah pahlawan lokal Gorontalo, bernama Nani Wartabone. Ia berperan penting dalam perjuangan rakyat Gorontalo. Monumen ini terletak di tengah Taman Taruna Remaja Gorontalo.
Masjid Hunto Sultan Amai
Masjid Hunto Sultan Amai adalah salah satu masjid tertua di Gorontalo (300 tahun). Masjid ini terletak di desa Siendeng di kota Gorontalo. Di masjid ini, ada sumur dan beduk yang memiliki umur sama seperti Masjid itu sendiri.
Pasir Putih Leato
Pasir Putih Leato memiliki pantai berpasir putih yang akan memberikan kesan meyegarkan untuk Anda. Di sini Anda pun dapat melihat langsung proses perbaikan perahu kayu dengan cara tradisional. Kehidupan bawah air di tempat ini cukup menarik. Karang-karang yang indah, dan kapal ikan yang unik telah menjadi daya tarik bagi para penyelam. Pantai ini terletak di Leato Utara, sekitar 12 km dari pusat kota.
Danau Limboto
Danau Limboto. Desa bernama Iluta, berjarak 10 km dari pusat kota, menandai jalan masuk ke pula ini. Karakteristik unik danau ini terletak karena memiliki berbagai jenis ikan air tawar yang hanya dapat ditemukan di danau ini. Selain itu, di danau ini ada sebuah lapangan pendaratan pesawat amfibi bernama Katelina, dahulu membawa Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno.
Menara Pakaya Limboto
Menara Pakaya Limboto merupakan sebuah menara dengan ketinggian 60 meter. Pada bagian atas menara ini terdapat teleskop untuk gunakan menjelajahi pemandangan yang indah dari Danau Limboto. Di dalam menara ini Anda bisa melihat banyak cendera mata yang ditampilkan dan beberapa restoran. Menara Pakaya Limboto dijuluki pula dengan nama "Menara Eiffel van Gorontalo".[61]
Pemandian Air Panas Alami Lombongo
Pemandian Air Panas Alam Lombongo terletak di desa Lombongo, Suwawa, sekitar 20 km dari pusat kota. Memiliki pemandian air panas alami, arena bermain, dan panggung untuk pertunjukan seni. Mata air panas mengandung belerang yang dapat menyembuhkan penyakit kulit.
Tangga 2000 dan Jejak Kaki Lahilote
Di objek wisata Tangga 2000 dan Jejak Lahilote ini. Anda akan menikmati keindahan Teluk Tomini. Di lokasi ada fasilitas toko dan tempat rekreasi. Pohon-pohon kelapa rindang memberikan suasana dingin di malam hari. Melihat sebuah batu besar yang terlihat seperti jejak kaki manusia, "Lahilote", terletak di Pantai Indah Pohe, Kota Selatan. Secara historis, Lahilote adalah jejak kaki dari seorang pria yang menikah dengan seorang malaikat yang jatuh ke bumi.
Air Terjun Ayuhulalo
Air terjun Ayuhulalo ini terletak di desa Ayuhulalo (Ayuhulalo berarti hutan bulan), Tilamuta. Berada sekitar 5 km dari Kabupaten Boalemo. Lingkungannya segar karena terdapat hutan hijau yang teduh dengan air segar disekitarnya.
Pantai Indah Boalemo
Pantai Indah Boalemo memiliki pantai pasir putih dengan air yang tenang dan jernih. Di sini Anda dapat merasa nyaman dan rileks, berenang, berperahu, atau menyelam. Di sepanjang pantai, terdapat kelapa dan pohon pinus. Selain itu, panati ini memiliki beberapa resort mewah.
Taman Laut Bitila
Taman Laut Bitila memiliki beberapa tempat menyelam dengan pemandangan bawah laut yang luar biasa indah. Tempat ini hanya 15 menit dari Pantai Boalemo Indah.
Pantai Bolihutuo
Sebagian besar Pantai Bolihutuo ditumbuhi pohon pinus raksasa, pohon ini menciptakan suasana yang sejuk dan tenang di sekitar pantai. Pasir putihnya yang tersebar di sekitar pantai membuat keindahan pantai lebih lengkap. Tersedia juga beberapa cottage di sini.
Desa Suku Bajo
Desa Suku Bajo (Tilamuta, Torosiaje, Popayato) di huni oleh suku Bajo yang tinggal berkelompok dan memiliki budaya dan tradisi yang unik. Mereka selalu membuat kerajinan di atas kapal dan bekerja sebagai nelayan. Suku Bajo yang masih tinggal di perahu disebut "Bangau", mereka pergi dari satu pulau ke pulau lain pada akhirnya kembali ke Pulau Pantai Toro untuk budi daya mutiara dan rumput laut.
Pusat Karawo
Kabupaten Gorontalo adalah salah satu pusat industri kain tenun tradisional khas Gorontalo yang bernama Karawo. Sulaman Karawo adalah kerajinan menghias berbagai jenis kain dengan berbagai motif sulaman menggunakan benang polos maupun warna-warni. Proses pembuatan sulaman karawo yaitu dengan cara mengiris dan mencabut benang dari serat kain yang sudah jadi kemudian disulam dengan beraneka ragam benang sesuai rancangan motif yang diinginkan secara manual. Kerajinan karawo merupakan kerajinan khas Gorontalo yang sudah berkembang sejak lama sejak abad ke-16.[62]
Pemakaman Suci Ju Panggola
Pemakaman suci Ju Panggola dibangun abad ke-14 terletak di Kecamatan Dembe I, 8 km dari pusat Kota Barat di kota Gorontalo. Orang Gorontalo yang tinggal di sekitar kuburan menganggap pemakaman ini sebagai tempat suci karena memiliki karakteristik yang unik, terkait dengan budaya Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan untuk mengetahui bahwa banyak pengunjung melakukan meditasi di sekitar daerah pemakaman.
Objek wisata lainnya
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Kawasan Cagar Alam Panua / Burung Maleo
Kawasan Hutan Lindung Mangrove
Kawasan Hutan Lindung Nantu
Kawasan Cagar Alam Otangale
Air Terjun Taludaa
Panorama Alam Sungai Bone / Jembatan Talumolo II
Panorama Alam Jembatan Soeharto Tilamuta, Boalemo
Panorama Alam Gunung Tilongkabila
Kawasan Cagar Alam Pulau Mas, Pulau Popaya dan Pulau Raja
Gelanggang Remaja / Stadion Merdeka Nani Wartabone
Gelanggang Olahraga 23 Januari Telaga
Stadion Pemuda Boalemo
Sport Center / GOR David-Tonny Kabupaten Gorontalo
Stadion Pohuwato
Daftar Kota Tua Gorontalo
Meskipun terbilang muda perihal pemekaran daerah, sebenarnya Provinsi Gorontalo telah lebih dahulu dikenal sejak zaman kolonial Belanda dengan kota-kota tua yang dimilikinya selain Kota Gorontalo (Hulontalo), antara lain:
Pada tahun 2013, Provinsi Gorontalo secara keseluruhan memiliki 77 kecamatan serta 735 Desa/Kelurahan.[2] Data ini akan terus mengalami perubahan seiring dengan adanya rencana pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Provinsi Gorontalo yang diprediksi akan selesai pada tahun 2020 mendatang.
^Permana, A. P., & Eraku, S. S. (2020). Analisis kedalaman laut purba batu gamping Gorontalo berdasarkan kandungan fosil foraminifera bentonik. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 6(1), 17-23.
^Mustakimah, M. (2014). AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL DALAM TRADISI MOLONTHALO DI GORONTALO. Jurnal Diskursus Islam, 2(2), 289-307.
^Idham, I. (2011). POHUTU MO LA LINGO (Sinergitas Adat dan Syariat Dalam Penyelenggaraan Acara Adat Pemakaman di Pohala'a Gorontalo, Indonesia) POHUTU MOLALUNGO (Synergism between Tradition and Islamic Shari'a of Narrative Tradition of Burial Ceremony at Pohalaa Gor. Al-Qalam, 17(2), 240-250.
^Badudu, J. S. MORFOLOGI BAHASA GORONTALO, 1982, XII+ 207 hal. Penerbit Djambatan.
^Badudu, Y., 1982. Morfologi Bahasa Gorontalo. Djambatan
^Leupe, P. A. (1866). Inhouds-Opgaven van de Tijdschriften Toegewijd aan het Zeewezen. Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 536-562.
^Tangahu, S. (2018). NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI MO ME’RAJI (STUDI ETONOGRAFI DI GORONTALO). Madani: Jurnal Pengabdian Ilmiah, 1(1), 83-109.
^SOFYAN, N. (2015). Dayango dalam Pandangan Hukum Adat Gorontalo di Kabupaten Gorontalo. Skripsi, 1(271411204).
^INAKU, A. (2021). DEGRASI BUDAYA MOHUYULA DI KALANGAN REMAJA (Studi Tentang Budaya Gotong Royong di Gorontalo). Skripsi, 1(231414079).
^Trumansyahjaya, K. Filsafat Air Pada Langga Sebagai Arsitektur Gorontalo.
^AZIS, R. P. (2018). MENYELISIK ETIKA AKUNTAN MELALUI BATANGA POMAYA, HARATA POTUMBULO, NYAWA PODUNGALO DARI REALITAS KOMUNITAS ADAT GORONTALO. Skripsi, 1(921414094).
^Baruadi, M. K. (2012). SENDI ADAT DAN EKSISTENSI SASTRA: Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalo. El-HARAKAH (TERAKREDITASI), 14(2), 293-311.